Sejarah Pulau St. Martin
Pulau ini juga dikenal sebagai 'Narikel Jinjira' atau Pulau Kelapa dalam bahasa Bengali, karena banyaknya pohon kelapa di sana. Pulau ini juga dikenal sebagai “Daruchini Dwip” atau Pulau Kayu Manis.
Pulau St. Martin dulunya merupakan perpanjangan dari semenanjung Teknaf tetapi dipisahkan karena tenggelamnya sebagian dari semenanjung ini. Namun, hal ini mengubah bagian paling selatan semenanjung menjadi sebuah pulau, terputus dari daratan Bangladesh.
Pulau ini memiliki sejarah yang kaya, sejak abad ke-18 ketika pertama kali dihuni oleh para pedagang Arab yang menamainya 'Jazira'. Pada 1900, tim survei tanah Inggris memasukkan Pulau St. Martin sebagai bagian dari British India dan menamainya dengan nama seorang pendeta Kristen bernama Saint Martin. Namun, ada laporan bahwa pulau ini dinamai sesuai dengan nama Wakil Komisaris Chittagong saat itu, Mr. Martin.
Pada 1937, pulau ini tetap menjadi bagian dari India Britania setelah Myanmar dipisahkan darinya. Pulau ini tetap demikian hingga Partisi 1947, ketika jatuh ke tangan Pakistan. Kemudian, pulau karang ini menjadi bagian dari Bangladesh setelah Perang Pembebasan 1971, demikian yang dilaporkan oleh Daily Star, Bangladesh.
Pada 1974, Bangladesh dan Myanmar mencapai kesepakatan bahwa pulau karang tersebut akan menjadi bagian dari wilayah Bangladesh.
Isu Perbatasan Maritim dengan Myanmar
Meskipun perjanjian 1974 mengakui Pulau St. Martin sebagai wilayah Bangladesh, terdapat masalah mengenai penetapan batas maritim pulau tersebut. Nelayan Bangladesh sering menggunakan perahu mereka ke pulau ini, yang merupakan pusat penangkapan ikan utama, dan menghadapi penahanan dan peringatan tembakan dari angkatan laut Myanmar.
Sampai saat ini, kepemilikan Bangladesh atas pulau ini belum pernah dipersoalkan. Namun, penetapan batas maritim inilah yang mengancam akan memicu perang kedaulatan di wilayah tersebut, mengingat lokasinya yang strategis di dekat Teluk Benggala.
Pada 2012, Pengadilan Internasional untuk Hukum Laut (ITLOS), dalam sebuah keputusan penting, menegaskan kedaulatan Bangladesh atas pulau karang tersebut, dalam sebuah keputusan yang memiliki implikasi signifikan terhadap perairan teritorial dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara tersebut.