TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, telah lama menjadi pembela yang vokal terhadap perjuangan Palestina, mengutuk Israel atas tindakannya terhadap warga Palestina, dan pernah mencaci maki mendiang mantan Presiden Israel Shimon Peres di atas panggung di Forum Ekonomi Dunia.
Erdogan juga beberapa kali menyamakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan Adolf Hitler.
Dukungannya yang vokal terhadap Palestina mencerminkan betapa pentingnya perjuangan Palestina bagi banyak warga Turki. Pada 2010, misalnya, sebuah kapal bernama Mavi Marmara – bagian dari armada yang berusaha mengirimkan bantuan ke Jalur Gaza yang terkepung – dihentikan dan diserbu oleh pasukan Israel. Sembilan orang di dalamnya terbunuh, sementara puluhan lainnya terluka. Insiden ini meretakkan hubungan Turki-Israel selama bertahun-tahun hingga 2016, ketika kedua negara sepakat untuk menormalisasi hubungan.
Tetapi hubungan tersebut memburuk lagi karena perang Israel yang menghancurkan di Gaza.
Meskipun Erdogan telah mengutuk keras perang Israel, dia, bersama dengan pemerintahnya, telah dikritik baik di dalam maupun di luar negeri atas apa yang telah dianggap sebagai kurangnya tindakan langsung dalam mendukung Gaza sejak dimulainya perang Israel di daerah kantung tersebut pada Oktober.
Namun, dalam beberapa minggu terakhir, Turki telah menjadi semakin teguh dalam pendiriannya.
Menyebut Hamas sebagai Kelompok Pembebasan
Di seluruh spektrum politik Turki, warga Turki sangat marah dengan perang Israel yang menghancurkan di Gaza.
Israel telah menewaskan sekitar 40.000 warga Palestina di daerah kantong yang terkepung dan mengungsikan hampir seluruh penduduknya yang berjumlah 2,3 juta jiwa, serta menyebabkan kelaparan massal dan penyebaran penyakit yang mengancam akan menewaskan ribuan orang lainnya.
Perang Israel terjadi sebagai tanggapan atas serangan yang dipimpin Hamas terhadap pos-pos militer Israel dan masyarakat pada tanggal 7 Oktober, di mana sekitar 1.139 orang terbunuh dan sekitar 250 orang ditawan.
Erdogan, dari Partai Keadilan dan Pembangunan (AK Party) yang berkuasa dan konservatif, mengutuk kematian warga sipil Israel oleh Hamas dan kelompok-kelompok Palestina lainnya.
Namun ia juga mengatakan bahwa Hamas adalah kelompok pembebasan dan "bukan organisasi teroris" seperti yang ditetapkan oleh Amerika Serikat, Eropa dan Israel. Dia kemudian membatalkan perjalanan ke Israel, dan menggambarkan perang di Gaza sebagai "tidak manusiawi".