TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNGA, sepakat mengadopsi resolusi yang menyerukan Israel untuk mengakhiri pendudukan ilegalnya atas wilayah Palestina dalam waktu satu tahun. Palestina memuji langkah ini dengan menyebutnya bersejarah. Resolusi yang tidak mengikat itu disahkan melalui pemungutan suara dengan 124 negara setuju dan 14 lainnya menolak, sementara 43 negara abstain pada Rabu, 18 September 2024. Israel juga diminta memberikan ganti rugi kepada Palestina atas kerusakan yang diderita akibat pendudukan.
Resolusi tersebut mendukung pendapat dari Mahkamah Internasional (ICJ) yang merupakan pengadilan tertinggi PBB. ICJ menyatakan bahwa kehadiran Israel di wilayah Palestina adalah melanggar hukum dan harus diakhiri.
Pengadilan memutuskan pada bulan Juli bahwa Israel menyalahgunakan statusnya sebagai kekuatan pendudukan, menekankan bahwa pemukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur adalah ilegal.
Pemungutan suara UNGA dilakukan di tengah perang Israel yang menghancurkan di Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 41.250 warga Palestina. ICJ telah mengeluarkan putusan yang memerintahkan Israel untuk mengambil langkah-langkah guna mencegah genosida di Gaza dan mengizinkan bantuan kemanusiaan yang memadai ke wilayah tersebut .
Amerika Serikat, yang mengklaim mengupayakan solusi dua negara untuk konflik tersebut, bergabung dengan Israel dalam menentang resolusi UNGA pada hari Rabu. Negara lain yang tidak setuju adalah Ceko, Hungaria, Argentina, dan beberapa negara kepulauan Pasifik kecil.
Resolusi tersebut diajukan oleh Palestina, negara pengamat tetap di PBB. Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas menyambut baik resolusi tersebut dan mendesak negara-negara di seluruh dunia untuk mengambil langkah-langkah guna menekan Israel agar mematuhinya.
"Konsensus internasional atas resolusi ini memperbarui harapan rakyat Palestina - yang tengah menghadapi agresi dan genosida menyeluruh di Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem - untuk meraih aspirasi kebebasan dan kemerdekaan serta mendirikan negara Palestina dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya," kata Abbas.
Israel merebut Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur dalam perang tahun 1967 dan kemudian mencaplok seluruh kota suci tersebut pada tahun 1980. Israel juga telah membangun permukiman – yang kini menjadi rumah bagi ratusan ribu warga Israel – di Tepi Barat yang melanggar Konvensi Jenewa Keempat, yang melarang penguasa pendudukan memindahkan “sebagian penduduk sipilnya ke wilayah yang didudukinya”.
Sebagian besar masyarakat internasional menganggap pendudukan itu ilegal.
Namun AS berpendapat bahwa Palestina dan Israel harus menegosiasikan penyelesaian masalah tersebut tanpa tekanan eksternal, sebuah standar yang tidak diterapkan Washington pada konflik lain, termasuk pendudukan Rusia di sebagian wilayah Ukraina.
Beberapa sekutu AS, termasuk Prancis, Finlandia, dan Meksiko, memberikan suara mendukung resolusi hari Rabu tersebut. Inggris, Ukraina, dan Kanada abstain.
Kelompok advokasi Canadians for Justice and Peace in the Middle East mengecam abstain dan menyebutnya sebagai penolakan pengecut untuk membela hukum internasional dan kebebasan Palestina. "Semua negara berkewajiban membantu mengakhiri pendudukan ilegal Israel atas wilayah Palestina sesegera mungkin, tetapi Kanada hanya abstain," kata kelompok itu dalam sebuah posting media sosial.
AL JAZEERA
Pilihan editor: Hizbullah Gempur Israel Pertama Kali Sejak Ledakan Pager