TEMPO.CO, Jakarta - Demonstrasi massa di Bangladesh yang berlangsung sejak Juli lalu akhirnya membuat Perdana Menteri Sheikh Hasina mundur dari jabatannya. Selama 20 tahun berkuasa, unjuk rasa yang dimotori mahasiswa itu telah membuat lebih dari 300 orang tewas. Ini mungkin merupakan ujian terbesar bagi Sheikh Hasina.
PM Bangladesh Sheikh Hasina yang telah berusia 76 tahun itu mengundurkan diri dan meninggalkan Ganabhaban, kediaman megah PM Bangladesh saat para pengunjuk rasa menyerbu tempat itu.
Setidaknya 98 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka ketika kerusuhan pecah kembali pada hari Minggu lalu, 4 Agustus 2024. Untuk meredakan kerusuhan, polisi menggunakan gas air mata dan peluru karet guna membubarkan puluhan ribu orang yang menuntut pengunduran diri PM Hasina.
Kekerasan tersebut menandai salah satu hari paling mematikan dalam sejarah kerusuhan sipil di Bangladesh. Jumlah korban tewas lebih dari 67 orang yang dilaporkan pada tanggal 19 Juli ketika mahasiswa memprotes sistem kuota untuk pegawai negeri sipil.
Berikut beberapa kontroversi kepemimpinan Sheikh Hasina:
1. Pemerintahan yang otokratis
Hasina pertama kali memimpin partai Liga Awami menuju kemenangan pada 1996, menjalani satu masa jabatan selama lima tahun sebelum mendapatkan kembali kekuasaannya pada tahun 2009, dan tidak pernah kehilangan kekuasaannya lagi.
Seiring berjalannya waktu, ia menjadi semakin otokratis dan pemerintahannya ditandai dengan penangkapan massal terhadap lawan-lawan politik dan para aktivis, penghilangan paksa, dan pembunuhan di luar hukum.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia memperingatkan akan adanya pemerintahan satu partai oleh Liga Awami.
Zia, yang merupakan mantan perdana menteri dan janda dari Ziaur Rahman, mantan presiden Bangladesh yang dibunuh pada 1981, dipenjara pada 2018 atas tuduhan korupsi yang menurut pihak oposisi telah dibesar-besarkan. Dia dilarang melakukan aktivitas politik.
Partai Nasionalis Bangladesh (BNP) dan kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa pemerintah Hasina menangkap 10.000 pekerja partai oposisi dengan tuduhan yang dibuat-buat menjelang pemilihan umum bulan Januari, yang diboikot oleh pihak oposisi.
Hasina menolak tuntutan BNP untuk mengundurkan diri dan mengizinkan otoritas netral untuk menjalankan pemilu. Baik dia maupun para pesaingnya saling menuduh satu sama lain berusaha menciptakan kekacauan dan kekerasan untuk membahayakan demokrasi yang belum mengakar kuat di negara berpenduduk 170 juta orang ini.
2. Krisis pengungsi Rohingya
Dilansir dari britannica.com, isu internasional yang menonjol selama masa kepemimpinan Hasina adalah krisis pengungsi Rohingya. Pada 2017, lebih dari 700.000 Rohingya melarikan diri dari genosida di Myanmar dan mencari perlindungan di Bangladesh.
Hasina mendapat pujian internasional atas kebijakan pemerintahnya yang memberikan bantuan dan tempat tinggal bagi para pengungsi ini, meskipun Bangladesh tidak memberikan status pengungsi resmi kepada mereka. Namun, masalah ini menimbulkan tantangan besar bagi Bangladesh, baik dari segi kemanusiaan maupun politik, terutama terkait dengan upaya repatriasi yang sering kali terhambat.
3. Kuota pegawai negeri di Bangladesh
Setelah bentrokan mematikan sepekan terakhir antara demonstran mahasiswa, polisi dan kelompok pro-pemerintah selama bulan Juli 2024, Pengadilan tinggi Bangladesh akhirnya membatalkan sebagian besar keputusan untuk memberlakukan kembali sistem kuota bagi pegawai negeri sipil di pemerintahan, pada Ahad, 21 Juli 2024.
Aksi protes meluap setelah pemerintah akan memberlakukan kembali sistem kuota pegawai negerinya yang bergaji tinggi, dengan mencadangkan lebih dari setengah kuota bagi kelompok-kelompok tertentu. Kuota pegawai negeri sipil yang mencapai 30 persen untuk keluarga veteran perang kemerdekaan Bangladesh pada 1971 dianggap menguntungkan sekutu partai yang berkuasa.
Sistem kuota pegawai negeri itu telah ditetapkan pada 1972. Kemudian pada 2018 sistem tersebut sempat dihapus, namun kini diberlakukan kembali. Walhasil, para kritikus menganggapnya tidak adil dan menguntungkan pendukung Liga Awami karena membatasi kesempatan bagi kandidat lain yang memenuhi syarat.
Dalam rekomendasinya, Mahkamah Agung (MA) akhirnya menyarankan 93% dari semua penunjukan harus didasarkan pada prestasi, di mana lima persennya diberikan kepada keturunan pejuang kemerdekaan, dan dua persennya lagi diperuntukkan bagi orang-orang dari etnis minoritas atau penyandang disabilitas.
Namun, pengadilan juga mengatakan bahwa pemerintah masih diizinkan untuk mengubah rasio kuota yang direkomendasikan.
4. Demonstrasi yang menyebabkan ratusan nyawa melayang
Kerusuhan di Bangladesh berawal dari aksi demonstrasi yang dilakukan oleh aktivis mahasiswa di Universitas Dhaka, universitas terbesar di negara itu. Demonstrasi yang bermula dari protes terhadap kebijakan kuota pegawai negeri itu kemudian berujung kekerasan yang menuntut pengunduran diri Hasina.
Aksi demonstrasi yang dimotori oleh mahasiswa ini telah berlangsung sejak Juli lalu dan mengakibatkan lebih dari 300 orang meninggal.
MICHELLE GABRIELA | RIZKI DEWI AYU I REUTERS | NDTV | AFP | AP
Pilihan Editor: Lebih dari 300 Orang Tewas dalam Demonstrasi Tuntut PM Bangladesh Sheikh Hasina Mundur