TEMPO.CO, Jakarta - Nama Muhammad Yunus disebut para organisator utama protes mahasiswa Bangladesh untuk mengepalai pemerintahan sementara setelah Perdana Menteri Sheikh Hasina mengundurkan diri dan melarikan diri dari negara tersebut.
Dikenal sebagai "bankir untuk orang miskin", Yunus dan Grameen Bank yang ia dirikan memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian 2006 karena telah membantu mengentaskan jutaan orang dari kemiskinan. Grameen Bank memberikan pinjaman kecil dengan jumlah kurang dari 100 dolar AS kepada masyarakat miskin di pedesaan yang terlalu miskin untuk menarik perhatian bank-bank tradisional.
Model pinjaman mereka kemudian menginspirasi proyek-proyek serupa di seluruh dunia, termasuk negara-negara maju seperti Amerika Serikat di mana Yunus mendirikan lembaga nirlaba Grameen America.
Seiring dengan kesuksesannya, Yunus, yang kini berusia 84 tahun, sempat mencoba karier politik dengan membentuk partainya sendiri pada 2007. Namun ambisinya secara luas dipandang telah memicu kemarahan Hasina, yang menuduhnya "menghisap darah orang miskin".
Para pengkritik di Bangladesh dan negara-negara lain, termasuk negara tetangga India, juga mengatakan bahwa rentenir mengenakan bunga yang terlalu tinggi dan mengeruk keuntungan dari masyarakat miskin. Namun Yunus mengatakan bahwa suku bunga tersebut jauh lebih rendah daripada suku bunga lokal di negara-negara berkembang atau 300% atau lebih yang terkadang diminta oleh para rentenir.
Pada 2011, pemerintah Hasina memberhentikannya sebagai kepala Grameen Bank, dengan alasan bahwa pada usia 73 tahun, ia telah bekerja melebihi usia pensiun yang seharusnya, yaitu 60 tahun. Ribuan warga Bangladesh membentuk rantai manusia untuk memprotes pemecatannya.
Pada Januari tahun ini, Yunus dijatuhi hukuman enam bulan penjara atas pelanggaran hukum ketenagakerjaan. Dia dan 13 orang lainnya juga didakwa oleh pengadilan Bangladesh pada Juni atas tuduhan penggelapan 252,2 juta taka ($2 juta) dari dana kesejahteraan pekerja di perusahaan telekomunikasi yang dia dirikan.
Meskipun tidak dipenjara dalam kedua kasus tersebut, Yunus menghadapi lebih dari 100 kasus lain atas tuduhan korupsi dan tuduhan-tuduhan lainnya. Yunus menyangkal keterlibatannya dan mengatakan, dalam sebuah wawancara dengan Reuters, bahwa tuduhan-tuduhan tersebut "sangat tidak berdasar dan mengada-ada".
"Bangladesh tidak memiliki politik yang tersisa," kata Yunus pada Juni, mengkritik Hasina. "Hanya ada satu partai yang aktif dan menguasai segalanya, melakukan segalanya, mengikuti pemilihan umum dengan cara mereka."