TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah informasi baru diungkap putra Ismail Haniyeh, Abdul Salam, kepada saluran Al Arabiya. Ia mengatakan ayahnya terbunuh oleh serangan rudal yang menargetkan telepon genggamnya.
"Peluru kendali lah yang melacak ponselnya, yang ia letakkan di malam hari di kamarnya di dekat kepalanya, di mana ia langsung tertembak."
Beberapa media telah berspekulasi bahwa Ismail dibunuh dengan bom yang ditanam sejak dua bulan sebelumnya. Abdul Salam membantah semua spekulasi itu dengan menjelaskan: “Ada pengawal dan penasihat lain yang duduk di sebuah ruangan beberapa meter dari kamarnya, jadi jelas bahwa jika ada alat peledak, seluruh tempat itu pasti sudah meledak."
Putra Haniyeh menekankan bahwa ponsel tersebut membuat pemimpin Hamas itu menjadi sasaran empuk, dan menambahkan: "Ayah saya sedang menghadiri sebuah upacara resmi dan membawa telepon genggamnya, jadi operasinya tidak terlalu rumit."
Dia mengungkapkan bahwa mendiang ayahnya telah menggunakan ponselnya secara terus-menerus pada hari itu, mencatat: "Dia bahkan menggunakannya pada pukul 22.15 pada malam dia menjadi martir."
Haniyeh dan pengawalnya terbunuh pada 31 Juli, tak lama setelah upacara pelantikan Presiden Iran Masoud Pezeshkian.
Kemudian, Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) mengumumkan bahwa sebuah peluru jarak pendek yang membawa sekitar tujuh kilogram bahan peledak ditembakkan dari luar gedung.
Kawasan ini mengalami ketegangan di tengah antisipasi kemungkinan respons Iran terhadap pembunuhan Haniyeh setelah IRGC menyalahkan Tel Aviv atas kejahatan tersebut dan melibatkan Washington.
Bereaksi terhadap aksi teror Israel, para pejabat tinggi Iran bersumpah untuk memberikan respons kepada rezim Zionis, dengan Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatullah Ali Khamenei mengatakan, dengan membunuh Ismail Haniyeh, rezim Israel telah mempersiapkan landasan untuk hukuman yang keras bagi dirinya sendiri.
Pada Sabtu, 17 Agustus 2024, seperti dikutip Mehr, penasihat politik Pemimpin Besar Revolusi Islam, Laksamana Muda Ali Shamkhani, menggunakan platform media sosial X, yang sebelumnya bernama Twitter, untuk menulis bahwa persiapan telah dilakukan untuk menghukum keras sebuah rezim yang hanya memahami bahasa kekerasan.
Satu-satunya tujuan rezim Israel membunuh para jamaah sekolah Al-Tabin di Gaza dan membunuh syuhada Ismail Haniyeh di Iran adalah untuk mengupayakan perang dan menggagalkan perundingan gencatan senjata, tulis Shamkhani.
Persiapan untuk hukuman berat bagi rezim Israel telah dilakukan setelah proses hukum, diplomatik, dan media, tambahnya.
Pilihan Editor: Warga Palestina di Tepi Barat Diserang Warga Israel