TEMPO.CO, Jakarta - Raja Abdullah II dari Yordania telah menunjuk pembantu utama istana Jafar Hassan sebagai perdana menteri setelah pemerintah mengundurkan diri, Minggu, 15 September 2024, kata istana kerajaan, beberapa hari setelah pemilihan parlemen di mana oposisi Islamis meraih kemenangan di kerajaan yang bersekutu dengan Amerika Serikat tersebut.
Hassan, yang kini menjabat sebagai kepala kantor Raja Abdullah dan mantan menteri perencanaan, menggantikan Bisher Khasawneh, seorang diplomat veteran dan mantan penasihat istana yang ditunjuk hampir empat tahun lalu, demikian pernyataan istana.
Khasawneh akan tetap menjadi penjabat PM sampai terbentuknya kabinet baru, kata pernyataan tersebut.
Hassan yang merupakan lulusan Harvard, seorang teknokrat yang dihormati secara luas, akan menghadapi tantangan untuk mengurangi dampak perang Gaza terhadap ekonomi kerajaan, yang terpukul oleh pembatasan investasi dan penurunan tajam dalam pariwisata.
Dalam sebuah surat kepada Jafar Hassan, Raja Abdullah II memerintahkan pemerintah baru untuk melakukan segala yang dapat dilakukannya untuk tetangga Palestina.
"Yordania dengan tegas menentang perang di Gaza dan pelanggaran di Tepi Barat dan Yerusalem," tulis Raja Yordania.
Yordania telah berusaha untuk berjalan di jalur politik yang sulit dengan mempertahankan hubungan diplomatik dengan Israel sejak perang Gaza dimulai.
Sikap ini telah membuat marah sebagian besar warga Yordania, yang sebagian besar adalah keturunan Palestina yang diusir dari tanah mereka dalam perang Nakba dan perang 1967.
Dalam surat itu juga, raja mengatakan bahwa demokrasi harus diperkuat di negara ini dan bahwa masa depan ekonominya bergantung pada kemajuan proyek-proyek mega-infrastruktur yang didukung oleh para donor di bidang energi dan air.
Sebagai perdana Menteri, Khasawneh telah berusaha untuk mendorong reformasi yang didorong oleh Raja Abdullah untuk membantu membalikkan satu dekade pertumbuhan yang lamban, sekitar 2%, yang diperburuk oleh pandemi dan konflik di negara tetangga, Irak dan Suriah.