TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengunjungi Irak, Rabu, 11 September 2024, dalam lawatan luar negerinya yang pertama, mengisyaratkan niat negara ulama ini untuk memperkuat hubungan dengan sekutu strategis Teheran dan Washington di tengah-tengah meningkatnya ketegangan di kawasan.
Pezeshkian, seorang moderat yang terpilih pada Juli, bertemu dengan Perdana Menteri Irak Mohammed Syiah al-Sudani pada awal kunjungan tiga hari yang menurut Teheran dan Baghdad akan mencakup penandatanganan sejumlah kesepakatan dan diskusi mengenai perang Gaza dan situasi di Timur Tengah.
"Perluasan hubungan bilateral serta isu-isu regional dan internasional seperti kejahatan rezim Zionis (Israel) yang sedang berlangsung terhadap rakyat Palestina yang tertindas dan perlunya menghentikan perang dan genosida di Gaza, akan didiskusikan," kata kantor Pezeshkian dalam sebuah pernyataan.
Irak menjadi tuan rumah bagi beberapa partai yang bersekutu dengan Iran dan kelompok-kelompok bersenjata, karena Teheran terus meningkatkan pengaruhnya di negara penghasil minyak utama tersebut sejak invasi pimpinan AS menggulingkan musuhnya, Saddam Hussein, pada 2003.
Sebagai mitra langka bagi Amerika Serikat dan Iran, Irak menjadi tuan rumah bagi 2.500 tentara AS dan memiliki faksi-faksi bersenjata yang didukung Iran yang terkait dengan pasukan keamanannya. Negara ini telah mengalami peningkatan serangan saling balas sejak perang Israel-Hamas dimulai di Gaza pada bulan Oktober.
Mitra Dagang Utama dan Pengaruh Politik
Selama kunjungan Pezeshkian, Iran dan Irak berharap untuk menandatangani sejumlah perjanjian di bidang perdagangan, pertanian dan komunikasi, menurut kantor perdana menteri Irak.
Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi mengatakan pada bahwa akan ada sekitar 15 nota kesepahaman baru, termasuk yang berkaitan dengan keamanan dan politik.
Kesepakatan yang direncanakan ini merupakan bagian dari upaya untuk menopang hubungan Iran dengan negara-negara tetangganya untuk meringankan dampak dari sanksi-sanksi yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) terhadap ekonominya.
Iran adalah salah satu mitra dagang utama Irak, dengan perdagangan non-minyak antara kedua negara mencapai lebih dari $5 miliar dalam lima bulan terakhir, menurut media Iran.
Iran juga mengekspor jutaan meter kubik gas per hari ke Irak untuk bahan bakar pembangkit listriknya di bawah keringanan yang diperbarui secara berkala dari sanksi AS.
Di atas hubungan ekonominya, Iran memiliki pengaruh politik yang cukup besar di Baghdad, di mana sekutu-sekutunya di Irak mendominasi parlemen dan pemerintahan saat ini.
Namun Irak juga memiliki hubungan dekat dengan AS, yang masih memiliki sekitar 2.500 tentara di negara ini sebagai bagian dari koalisi internasional melawan ISIL (ISIS).
Beberapa jam sebelum kedatangan Pezeshkian, sebuah ledakan mengguncang pangkalan di bandara yang digunakan oleh koalisi pimpinan AS, kata para pejabat keamanan Irak.
Kedutaan Besar AS di Irak mengatakan pada hari Rabu bahwa sebuah fasilitas diplomatik di bandara telah menjadi target serangan.
"Ada serangan di Kompleks Layanan Diplomatik Baghdad, sebuah fasilitas diplomatik AS," kata kedutaan dalam sebuah pernyataan. "Untungnya, tidak ada korban jiwa yang dilaporkan, dan kami sedang menilai kerusakan dan penyebabnya."
Seorang juru bicara kelompok Hizbullah yang didukung Iran di Irak mengatakan bahwa "serangan" pada Selasa malam itu bertujuan untuk "mengganggu kunjungan presiden Iran".
Perjalanan Pezeshkian juga dilakukan ketika Iran menghadapi sanksi baru dari AS dan beberapa negara Eropa yang menuduhnya memasok rudal-rudal jarak pendek kepada Rusia untuk digunakan melawan Ukraina.