TEMPO.CO, Jakarta - Seorang mahasiswa, 24 tahun, di negara bagian Kerala, India, meninggal akibat terserang virus Nipah. Otoritas kesehatan setempat mengkonfirmasi perihal ini pada Senin, 16 September 2024, dan menyebutkan ada 151 orang yang telah melakukan kontak dengan korban, di mana mereka semua sekarang sedang berada dalam pemantauan untuk mencegah penyakit mematikan ini menyebar.
Ini adalah kasus kematian kedua yang disebabkan virus Nipah di Kerala sejak Juli 2024. WHO telah mengklasifikasikan virus Nipah sebagai pathogen kelas kakap karena berpotensi memicu epidemik. Sampai berita ini ditulis, belum ada vaksin yang bisa mencegah infeksi akibat virus Nipah dan pengobatan untuk mengatasinya.
Hasil investigasi Reuters pada tahun lalu, sebagian dari wilayah Kerala masuk kategori berisiko tinggi atas penyebaran virus Nipah. Virus ini berasal dari hewan codot (semacam kelelawar) dan babi karena dapat menyebabkan demam dan pembengkakan otak pada manusia.
R. Renuka, tenaga medis di Kota Malappuram wilayah utara Kerala mengatakan mahasiswa yang baru saja meninggal karena virus Nipah, mengalami gejala demam pada 4 September 2024. Dia meninggal lima hari kemudian. Hasil tes darah pasien yang dikirim ke National Institute of Virology di Pune mengkonfirmasi pasien tersebut sudah terinveksi virus Nipah.
Lima orang yang sudah melakukan kontak dengan pasien tersebut, sudah mengalami gejala utama terinfeksi virus Nipah dari hasil tes darah. Renuka tidak menjelaskan apakah kelima orang itu kontak utama dengan pasien yang meninggal tersebut. Hampir 151 orang di bawah pemantauan untuk setiap gejala yang mereka rasakan setelah melakukan kontak dengan pasien, yang melakukan perjalanan dari Bengaluru.
Ini adalah kasus kedua kematian akibat virus Nipah. Sebelumnya pada Juli 2024, kasus pertama dialami remaja laki-laki 14 tahun. Virus Nipah telah disangkut-pautkan dengan kematian puluhan orang di Kerala sejak kasus pertama yang muncul di negara bagian itu pada 2018.
Sumber: Reuters
Pilihan editor: Profil Ryan Routh: Dari Pendukung Menjadi Musuh Donald Trump
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini