TEMPO.CO, Jakarta - Muhammad Yunus yang dikenal sebagai “bankir untuk orang miskin” didukung mahasiswa menjadi PM Bangladesh sementara usai PM Sheikh Hasina mengundurkan diri dan melarikan diri dari negara ini. Mahasiswa menentang Hasian untuk menjadi penasihat utama pemerintah sementara. Melalui juru bicaranya, Yunus yang sedang menjalani prosedur medis kecil di Paris telah menyetujui permintaan para mahasiswa tersebut.
Muhammad Yunus dan Grameen Bank yang didirikannya memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian 2006 karena telah membantu mengentaskan jutaan orang dari kemiskinan. Seiring dengan kesuksesannya, ia sempat terjun dalam dunia politik dengan membentuk partainya sendiri pada 2007.
Namun, ambisinya secara luas memicu kemarahan Sheikh Hasina yang menuduhnya "menghisap darah orang miskin". Bahkan, pada 2011, pemerintah Hasina memberhentikan Yunus sebagai kepala Grameen Bank karena telah berusia 73 tahun yang melebihi usia pensiun seharusnya, yaitu 60 tahun.
Hukuman 6 Bulan untuk Yunus
Pada 1 Januari 2024, Yunus pernah dijatuhi hukuman 6 bulan penjara atas pelanggaran hukum ketenagakerjaan. Ia bersama 13 orang lainnya juga didakwa oleh pengadilan Bangladesh atas tuduhan penggelapan 252,2 juta taka (Rp32 miliar) dari dana kesejahteraan pekerja di Grameen Telecom. Keputusan ini dibacakan oleh Hakim Begum Sheikh Marina Sultana dari Pengadilan Perburuhan Ketiga Dhaka.
Berdasarkan oeil-maisondesjournalistes.fr, kasus ini diajukan terhadap empat orang terdakwa, termasuk Yunus pada 6 Juni 2023. Pembuktian dimulai pada 22 Agustus 2023 dan berakhir pada 9 November 2023. Lalu, perdebatan berakhir pada 24 Desember 2023.
Yunus didakwa melanggar Undang-Undang Ketenagakerjaan 2006 dan Peraturan Ketenagakerjaan 2015. Mengacu aturan tersebut, pekerjaan para pekerja atau karyawan Grameen Telecom tidak dijadikan permanen, meskipun telah menyelesaikan masa magang.
Selain itu, cuti tahunan, pencairan cuti, dan uang tunai untuk cuti tidak diberikan kepada pekerja atau karyawan yang bekerja di organisasi tersebut. Tak hanya itu, Dana Partisipasi Tenaga Kerja dan Dana Kesejahteraan juga belum dibentuk dan jumlah yang setara dengan 5 persen dari dividen belum disetorkan sesuai Undang-Undang Yayasan Kesejahteraan Tenaga Kerja.
Namun, pengacara Yunus, Abdullah Al Mamun mengajukan banding ke pengadilan jarena putusan tersebut belum pernah terjadi sebelumnya. Ia mengatakan, jika gaji tahunan pekerja tidak dibayarkan, akan ditambahkan ke gaji pokoknya dan bukan tindak pidana.
Jika 5 persen dividen tidak dibayarkan kepada pekerja, pihak berwenang akan menetapkan waktu pembayaran sesuai aturan hukum. Menurut Abdullah, sebenarnya masih banyak langkah yang dapat diambil, tetapi pidana perdata telah diajukan ke pengadilan dengan cepat.
Pengacara Muhammad Yunus yang lain, Khaja Tanvir juga menyampaikan, kasus tersebut “tidak berdasar, palsu dan tidak bermotivasi. Satu-satunya tujuan dari kasus ini adalah untuk melecehkan dan mempermalukannya di depan dunia.” Amnesty International juga bersuara terkait kasus ini dengan mengatakan “proses pidana Yunus suatu bentuk pembalasan politik atas pekerjaan dan perbedaan pendapatnya.”
Pilihan Editor: Profil Grameen Bank Milik Muhammad Yunus yang Menjadi PM Bangladesh Sementara