TEMPO Interaktif, Kairo - Sejumlah pemimpin agama di Mesir kemarin sepakat untuk berembuk guna mengakhiri konflik antaragama di sana, yang meletus selama dua hari terakhir. Terakhir pada Ahad lalu, ketika kelompok Kristen Koptik, yang bentrok dengan polisi militer, menuduh pemerintahan militer yang kini berkuasa membiarkan para pelaku penyerangan gereja.
Imam Besar Al-Alzhar, Ahmed al-Tayyeb, dan Paus Koptik, Shenuda III, pun menggelar pertemuan darurat guna meredam gejolak. Dalam pertemuan itu, keduanya juga bertemu dengan sejumlah anggota Keluarga Mesir, kelompok yang menaungi ulama-ulama Islam, dan pendeta-pendeta Nasrani di sana. Kekerasan pada Ahad lalu itu menewaskan sekitar 25 orang.
"Keributan ini merupakan langkah mundur," ujar Perdana Menteri Mesir Essam Sharaf seraya mewanti-wanti bahwa sekarang mereka tengah dalam masa transisi setelah 40 tahun berada di bawah rezim Husni Mubarak. "Alih-alih melangkah maju membangun negara yang modern, kita malah sibuk mengurusi soal stabilitas."
Karena itu, Perdana Menteri Sharaf menyerukan agar masyarakat tenang setelah kerusuhan sektarian. Menurut dia, tidak rukunnya umat Islam dan Kristen di Mesir merupakan ancaman terhadap keamanan negara. Hal itu dikatakan Sharaf setelah mencabut maklumat jam malam kemarin.
"Kekerasan sektarian merupakan ancaman paling serius terhadap keamanan negara," tuturnya. Penganut Koptik, yang merupakan sekitar 10 persen populasi Mesir, menuding pemerintahan militer yang kini berkuasa membiarkan para pelaku penyerangan melakukan rangkaian aksi rusuh anti-Kristen.
Alhasil, lebih dari seribu orang--sebagian besar Nasrani dan didukung umat beragama lain--bergerak ke Distrik Shubra di utara Kairo menuju gedung TV milik pemerintah di Lapangan Maspero. Mereka menuntut pemecatan Gubernur Provinsi Aswan. Mereka menuding pemberitaan televisi justru menyulut sikap anti-Kristen.
Belakangan diketahui banyak warga muslim yang keluar dan membela warga Kristen dari serbuan tentara serta ikut memprotes militer yang terus memegang tampuk kekuasaan di negara itu. Sebelumnya, peserta demo dari Kristen Koptik menyatakan bahwa mereka diserang oleh orang-orang dengan baju preman sebelum bentrokan dengan aparat militer terjadi.
"Kerusuhan ini merusak hubungan antara rakyat dan tentara," kata Perdana Menteri Sharaf.
Penganut Koptik selama ini mengeluhkan adanya diskriminasi, termasuk dalam hal izin pembangunan gereja, yang harus mendapat persetujuan presiden. Mesir juga hanya mengakui adanya perpindahan agama dari Kristen ke Islam, tidak sebaliknya.
AP | REUTERS | HUFFPOST | ANDREE PRIYANTO