TEMPO.CO, Jakarta - Israel mengatakan pada Senin, 26 Agustus 2024, bahwa mereka telah menerima pesawat pasokan militer AS yang ke-500 sejak dimulainya perang di Jalur Gaza Oktober lalu, Anadolu melaporkan.
"Pesawat ke-500 dalam operasi pengangkutan udara gabungan telah mendarat di Israel," kata kementerian pertahanan. "Pesawat terbaru ini merupakan bagian dari upaya logistik berskala besar yang dimulai sejak pecahnya perang baru-baru ini di mana lebih dari 50.000 ton peralatan militer telah dikirim ke Israel melalui 500 penerbangan dan 107 pengiriman melalui laut."
Kementerian menunjukkan bahwa peralatan yang dibeli dan diangkut termasuk kendaraan lapis baja, amunisi, alat perlindungan diri, dan peralatan medis. "Ini sangat penting untuk mempertahankan kemampuan operasional IDF (Pasukan Pertahanan Israel) selama perang yang sedang berlangsung."
Sekitar dua minggu yang lalu, AS menyetujui penjualan senjata ke Israel dalam sebuah kesepakatan senilai 20 miliar dolar AS, termasuk jet tempur F-15, kendaraan lapis baja, peluru kendali, dan rudal udara-ke-udara.
Menurut Departemen Pertahanan AS di Pentagon, kesepakatan tersebut mencakup penjualan 100 pesawat F-15IA dan F-15I, senilai $18,82 miliar; peluru artileri 120 mm senilai $774,1 juta, serta rudal udara-ke-udara jarak menengah yang bernilai hingga $102,5 juta. Kesepakatan ini juga mencakup kendaraan taktis M1148A1B2 yang telah dimodifikasi, senilai $ 583,1 juta.
Menurut Pentagon, pesawat, kendaraan, dan bom akan dikirimkan dalam dua hingga lima tahun ke depan, karena sebagian besar dari total biaya kesepakatan tersebut akan dibayarkan dari dana bantuan AS kepada negara pendudukan.
Pembekuan pengiriman
Pada Mei, pemerintahan Biden untuk sementara waktu membekukan satu pengiriman bom yang sangat berat karena ketidaksepakatannya dengan Israel terkait invasi ke Rafah.
Pada akhir Juni, Menteri Pertahanan Yoav Gallant mengunjungi Washington dan menyelesaikan hampir semua ketidaksepakatan substantif yang belum terselesaikan dalam masalah ini, tetapi kemudian perselisihan itu diperpanjang oleh serangan publik Perdana Menteri Benjamin Netanyahu terhadap pemerintahan Biden terkait masalah ini.
Baru-baru ini, pengiriman itu dibekukan dan bahkan selama periode waktu pembekuan itu, pasokan militer AS dalam jumlah yang sangat besar terus mengalir ke Israel.