TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Kabinet Pemerintah Jepang, Katsunobu Kato, menyatakan bahwa Jepang terus memantau perkembangan situasi kudeta di Myanmar. Hasil pantauan itu, kata Kato, akan menjadi acuan Jepang dalam menentukan sikap perihal kudeta di sana.
"Ke depannya, Jepang akan mempertimbangkan soal bagaimana sebaiknya merespon situasi di Myanmar, baik dalam hal kerjasama ekonomi ataupun kebijakan dalam memonitor pembangunan di sana," ujar Kato dikutip dari kantor berita Reuters, Senin, 15 Maret 2021.
Pernyataan Kato tersebut menyusul sikap Korea Selatan yang lebih dulu memberikan hukuman kepada Militer Myanmar. Pekan lalu, Korea Selatan membekukan kerjasama pertahanan yang ia miliki dengan Myanmar mengingat Militer Myanmar banyak berperan dalam kudeta yang berlangsung.
Selain membekukan kerjasama, Korea Selatan juga memblokir perdagangan persenjataan ke Myanmar. Menurut Pemerintah Korea Selatan, ekspor persenjataan malah akan membantu personil Militer Myanmar untuk melakukan perlawanan terhadap warga yang berdemo dengan tangan kosong.
"Kami juga akan menerima masukan dari berbagai negara soal bagaimana sebaiknya menyikapi situasi di Myanmar," ujar Kato menambahkan.
Pernyataan Kato senada dengan Duta Besar Jepang di Indonesia, Kanasugi Kenji. Kepada Tempo, Kenji menyatakan bahwa situasi di Myanmar tidak bisa dibiarkan begitu saja. Namun, ia berkata, kecil kemungkinan Jepang akan mengambil sikap berupa respon militer ataupun sanksi keras. Hal itu malah bisa dikatakan bukan opsi.
Seorang pria menggunakan katapel saat bentrokan dengan pasukan keamanan saat unjuk rasa anti-kudeta militer di Mandalay, Myanmar 14 Maret 2021. REUTERS/Stringer
Jepang, kata Kenji, mempertimbangkan langkah-langkah yang lebih diplomatis dan tidak akan memicu konflik berkepanjangan. Selain itu, juga mendengarkan bertukar informasi dan masukan dari berbagai negara soal situasi Myanmar.
"Situasinya memang dilematis," ujar Kenji kepada Tempo.
Di Myanmar, Duta Besar Jepang Maruyama Ichiro telah menyambut para demonstran menurutu The Diplomat. Ia bahkan berjanji akan menyampaikan keluhan dan permohanan warga Myanmar ke Pemerintah Pusat Jepang walau tak menjanjikan akan seperti apa balasannya nanti.
Sebagai catatan, kudeta Myanmar sudah berlangsung sejak 1 Februari lalu. Pemicunya adalah partai afiliasi Militer Myanmar yaitu Partai Persatuan Solidaritas dan Pembangunan (USDP) kalah dari partai bentukan Aung San Suu Kyi bernama Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Menurut USDP, NLD telah bermain curang pada pemilu tahun lalu sehingga pemerintah yang ada sekarang tidak sah serta pantas dikudeta.
Sepanjang kudeta berlangsung, Militer Myanmar sudah menerima berbagai sanksi atau hukuman. Selain Korea Selatan, hukuman terakhir berasal dari Amerika di mana mereka menghentikan/ memblokir aktivitas dagang Kementerian Myanmar dan perusahaan-perusahaan afiliasi militer. Hal tersebut tak ayal menjadi pukulan bagi Militer Myanmar yang banyak mengumpukan uang dari sana.
Selain sudah menerima berbagai sanksi, Militer Myanmar juga sudah membantai dan menangkap banyak orang sepanjang kudeta. Per berita ini ditulis, Militer Myanmar sudah membunuh lebih dari 120 orang dan menangkap kurang lebih 2150 orang. Mereka yang ditangkap berasal dari berbagai latar belakang mulai dari aktivis, petugas medis, hingga politis.
Baca juga: Warga Myanmar Kritik Cina Lebih Khawatirkan Pabrik Dibanding Situasi Kudeta
ISTMAN MP | REUTERS