TEMPO.CO, Manila - Sejumlah politikus DPR Filipina meminta penghentian proses pengesahan dan penerapan UU Anti-Terorisme 2020.
Politikus Carlos Isagani Zarate dari daerah Bayan Muna meminta Ketua DPR Alan Peter Cayetano untuk menghentikan proses pengiriman naskah UU itu kembali ke Senat.
Ini terjadi setelah sejumlah anggota DPR mencabut dukungannya atas UU itu atau ingin meminta penjelasan lebih detil.
Anggota DPR lainnya Edcel Lagman juga mendesak Cayetano dengan permintaan sama.
“Dia menyebut ada protes besar terhadap pengesahan dan penerapan UU ini,” begitu dilansir Manila Times pada Senin, 7 Juni 2020.
Lagman juga menyebut DPR Filipina gagal merancang sendiri beleid soal ini sehingga mengadopsi penuh naskah dari RUU Anti-Terorisme buatan Senat.
Salah satu penggagas RUU ini juga telah mengundurkan diri yaitu anggota Kongres Rozzano Rufino Biazon.
“Zarate meminta Cayetano memberi anggota Dewan lebih banyak waktu untuk memikirkan pilihan mereka soal undang-undang ini,” begitu dilansir Manila Times.
Secara terpisah, pemimpin Katolik dan Protestan mengecam proses pembuatan undang-undang ini sejak awal. Namun, militer Filipina mendukung pembuatan UU ini dengan alasan aturan lama tidak lagi mencukupi.
Mereka menilai orang-orang yang kritis terhadap pemerintah bisa dibungkam menggunakan undang-undang ini dengan alasan memerangi terorisme.
“Kami meyakini legislasi anti-terorisme ini akan menanggalkan Hak Asasi Manusia dan kebebasan sipil lainnya,” kata kelompok bernama One Faith, One Nation, One Voice, yang menaungi sejumlah pemimpin Kristen dan Katolik.
Dalam pernyataannya, seperti dilansir Rappler, organisasi yang menyuarakan aspirasi rakyat Filipina ini menambahkan,”Kami bicara bahkan dengan menyadari bahwa melakukan ini berbahaya. Pada saat seperti ini, bersikap diam hanya akan memastikan kerusakan dan pelanggaran hak tak terelakkan dari rakyat kami.”