TEMPO.CO, Kuwait City - Parlemen Kuwait, Kamis, 3 Mei 2012, meloloskan rancangan undang-undang yang berisi hukuman mati bagi muslim yang menghina Allah, Al-Quran, Rasul, beserta keluarganya.
Kantor berita KUNA melaporkan, hukuman yang sama juga diterapkan untuk orang yang mengaku sebagai nabi atau utusan Allah. "Tetapi jika pelakunya non-muslim, maka hukumannya diturunkan menjadi kurang dari 10 tahun."
Sebanyak 40 anggota parlemen, berikut menteri kabinet, menyetujui rancangan undang-undang tesebut. Akan tetapi, enam lainnya menolak, termasuk lima anggota parlemen dari Syiah dan Mohammad al-Sager dari kelompok liberal.
Kuwait, salah satu negara Teluk, sengaja mengajukan RUU ini ke parlemen dua pasal yang berisi hukuman berat bagi pelanggar. Bagi terdakwa yang bertobat di muka pengadilan, maka dia bakal terhindar dari hukuman mati. Namun, pelaku akan mendapatkan hukuman penjara selama lima tahun dan denda US$ 36 ribu (sekitar Rp 330 juta). "Jika terdakwa mengulangi hal yang sama, dia tak bakal diampuni," kata jaksa.
"Kami tak ingin menghukum masyarakat hanya berdasarkan opini atau pikiran, sebab Islam sangat menghargai masyarakat. Namun, kami membutuhkan dasar hukum ini karena insiden penghinaan Allah terus berkembang. Kita harus mencegah mereka," kata anggota oposisi Ali al-Deqbasi.
RUU itu akan berjalan efektif bila pemerintah menerimanya, diteken Emir, dan diterbitkan di lembaran negara dalam waktu satu bulan. Menteri Kehakiman dan Urusan Islam, Jamal Shebab, mengatakan kepada wartawan setelah pemungutan suara itu, pemerintah akan menerima dan menerapkan hukum tersebut.
Anggota parlemen dari Syiah juga membutuhkan rancangan undang-undang yang menjatuhkan hukuman mati bagi penghina pemimpin 12 imam. Namun, kelompok Sunni yang mendominasi parlemen menolak permintaan mereka.
Abduhameed Dashi, anggota parlemen dari Syiah, mengatakan RUU ini melanggar konstitusi Kuwait dan prinsip-prinsip Islam. "Mengapa kita mencoba menjukkan bahwa Islam sebagai agama kematian dan penuh darah ketika semua itu sesungguhnya bertentangan dengan kenyataan," ujar Dashti.
AL ARABIYA NEWS | CHOIRUL