TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok Houthi di Yaman, Senin, 30 September 2024, mengumumkan bahwa mereka telah menembak jatuh sebuah pesawat tanpa awak milik Amerika Serikat (AS). Sementara itu, seorang pemimpin kelompok tersebut mengancam Israel dengan perang terbuka dan serangan yang menghancurkan sebagai tanggapan atas serangan mematikan terhadap Kegubernuran Al Hodeidah di bagian barat negara itu.
Kelompok tersebut mengatakan bahwa pesawat tak berawak yang dimaksud adalah MQ-9 Reaper milik Amerika. Pesawat tersebut dijatuhkan di sebelah timur Kegubernuran Saada, lapor Al-Masirah. Ia menambahkan bahwa reruntuhan pesawat tak berawak tersebut telah didokumentasikan tanpa rincian lebih lanjut, sementara tidak ada komentar langsung dari Amerika Serikat mengenai laporan tersebut.
Sebuah drone milik AS yang ditembak jatuh pada 16 September merupakan yang kesepuluh dari jenisnya sejak kelompok ini mulai menargetkan kapal-kapal dagang milik Israel dan kapal-kapal dagang yang berlayar menuju Israel di Laut Merah sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina di Gaza.
MQ-9 memiliki fitur-fitur canggih yang sangat andal. Pesawat ini dapat mencapai kecepatan 370 kilometer per jam, memiliki lebar sayap 20 meter, dan berat lebih dari 2.200 kilogram.
Sementara itu, kelompok Houthi yang berkuasa di Yaman mengumumkan pada Senin bahwa pasokan listrik di Gubernuran Hodeidah tidak berfungsi setelah menjadi sasaran serangan Israel pada Minggu. Pengumuman tersebut disampaikan oleh Wakil Gubernur Ahmed Mahdi Al-Bishr dalam sebuah konferensi pers di Hodeidah, seperti dilansir Al-Masirah.
"Musuh Israel menargetkan Hodeidah pada Ahad dengan 17 serangan menggunakan bom buatan Amerika," kata Al-Bishr. "Targetnya termasuk empat lokasi layanan vital, yaitu pembangkit listrik dan pelabuhan Hodeidah, Al-Hali dan Ras Katheeb, dan tangki bahan bakar di pelabuhan minyak Ras Issa."
Al-Bishr menjelaskan bahwa layanan listrik di Hodeidah dan daerah sekitarnya padam sebagai akibat dari kerusakan yang dialami stasiun-stasiun listrik setelah pengeboman secara langsung dan sistematis oleh "musuh Amerika-Zionis".
Jutaan orang terkena dampaknya setelah pembangkit listrik yang memasok listrik ke beberapa kegubernuran rusak. Serangan-serangan tersebut berpotensi menyebabkan kekurangan bahan bakar dalam jangka pendek karena terminal Ras Isa adalah pusat utama yang digunakan oleh Houthi.
Kelompok Houthi mengumumkan bahwa jumlah korban "agresi" Israel pada Minggu di Kegubernuran Hodeidah telah meningkat menjadi enam orang tewas dan 57 lainnya terluka.
Namun serangan-serangan tersebut diperkirakan tidak akan membuat kelompok Houthi tidak mampu melancarkan serangan ke Israel dan jalur pelayaran - seperti yang telah mereka lakukan selama hampir satu tahun terakhir ini untuk menunjukkan solidaritas terhadap warga Palestina yang terkepung dan mengakhiri perang di Gaza.
Mereka telah menetapkan gencatan senjata di Gaza sebagai syarat untuk menghentikan serangan mereka. Juru bicara Houthi, Nasruddin Amer, mengklaim bahwa serangan Israel tidak berhasil karena kelompok ini telah memindahkan minyak dari kapal tanker di pelabuhan terlebih dahulu karena mereka menduga akan diserang.
"Puluhan pesawat menyerang target militer rezim Houthi... di daerah Ras Issa dan Hudaydah di Yaman," kata tentara pendudukan Israel pada Minggu.
Israel menambahkan mereka menyerang "pembangkit listrik dan pelabuhan yang digunakan untuk mengangkut senjata, sebagai tanggapan atas serangan Houthi baru-baru ini terhadap Israel."
Pengeboman Hodeidah terjadi setelah kelompok tersebut meluncurkan dua rudal balistik pada hari Jumat dan Sabtu, ke arah Israel, yang keduanya berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udara negara penjajah tersebut.
MIDDLE EAST MONITOR | AL JAZEERA
Pilihan Editor: Jet Tempur Israel Mengebom Stasiun Televisi di Ibu Kota Lebanon