TEMPO.CO, Jakarta - Keberhasilan Israel membunuh Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah, terutama berkat kerja intelijennya, yang diduga bertanggung jawab atas meledaknya sejumlah pager di Lebanon beberapa waktu lalu. Namun, sistem komunikasi tradisional Hizbullah menjadi tantangan mereka.
Intelijen Israel yang berperan itu terutama Unit 8200.New York Times mengatakan bahwa Unit 8200 berperan penting dalam keberhasilan operasi intelijen Israel di Lebanon untuk menyingkirkan Hassan Nasrallah. Unit itu bekerja secara intensif sejak 2006 untuk menembus pertahanan Hizbullah dengan memata-matai komunikasi dan memantau sebaran anggota kelompok itu secara intensif melalui satelit dan pesawat nirawak.
Bagaimana Israel dapat melacak lokasi Hassan Nasrallah di Lebanon dan kemudian mengirim bom yang dijatuhkan dari pesawat tempur untuk membunuhnya pada Jumat, 27 September 2024?
Nasrallah Tak Memakai Telepon
Salah satu tantangan intelijen Israel adalah sistem komunikasi Hizbullah yang tradisional sehingga tak bisa diakses oleh teknologi pengintaian canggih milik Negeri Yahudi. Hamas pun menggunakan sistem komunikasi yang sama.
Brigadir Jenderal Munir Shehadeh, mantan koordinator pemerintah Lebanon untuk Pasukan Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa di Lebanon (UNIFIL) dan bekas kepala mahkamah militer, mengatakan bahwa kemampuan sistem spionase Israel melampaui Hizbullah. Namun, Israel juga punya banyak kelemahan. Contoh paling nyata adalah bahwa hingga setahun perang berlangsung di Gaza, Israel belum bisa mengungkap lokasi para tawanan Hamas berada.
Shehadeh mengatakan kepada Alhurra pada Minggu, 29 September 2024 bahwa para pemimpin Hamas mengetahui kelemahan ini. Mereka kemudian melawan Israel dengan menggunakan metode lama yang tidak bertumpu pada teknologi maju. Mereka kembali menggunakan sistem komunikasi tradisional seperti surat dan pesan lisan ketimbang telepon genggam.
Metode Hamas ini, yang disebut “kuno” oleh ahli keamanan Lebanon itu, membuat arus komunikasi mereka lambat. Misalnya, Yahya Sinwar, pemimpin Hamas, baru menerima jawaban atas pesan yang dikirimnya empat hari kemudian.
Hizbullah pun demikian. Menurut penjelasan Brigadir Jenderal Purnawirawan Fadi Daud, bekas komandan Angkatan Bersenjata Lebanon, kepada Alhurra, Hassan Nasrallah menolak menggunakan telepon pintar dan bahkan telepon kabel. Ulama Syiah Lebanon itu menggunakan sistem telekomunikasi khusus yang di dunia militer disebut “telepon lapangan”, alat komunikasi yang terhubung di lingkaran orang-orang tertentu dalam sebuah jaringan privat.
Demi keamanan, kata Daud, Nasrallah juga tak menonton televisi karena khawatir terhadap “operasi mata-mata teknologi”. Dia mendapatkan berita melalui pesan yang disampaikan orang-orang yang sangat dekat dengannya.
Perang Suriah Membuka Rahasia
Kekunoan komunikasi Hizbullah ini membuat intelijen Israel sulit mengidentifikasi gerakan organisasi itu. Keadaan berubah setelah perang sipil di Suriah pada 2012. Saat itu Hizbullah mengirim pasukannya untuk membantu Presiden Suriah Bashar al-Assad menghadapi perlawanan kelompok-kelompok pemberontak bersenjata, termasuk Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), yang menguasai sebagian besar Suriah timur dan Irak barat.
Perang Suriah itu mengungkap banyak sekali informasi tentang Hizbullah yang selama ini tertutup. Ini gara-gara anggota Hizbullah menggunakan alat komunikasi seperti telepon pintar, radio, dan gawai nirkabel, yang mudah dipantau Israel.
Mereka juga terus menerus menerbitkan informasi secara terbuka tentang para pejuangnya yang terbunuh, yang justru mengungkapkan informasi pribadi mereka. Mereka juga mempublikasikan pemakaman para pejuang mereka dan para petinggi Hizbullah yang hadir.
Berbagai informasi itu memungkinkan intelijen Israel memetakan profil para operator Hizbullah, termasuk para pemimpinnya. Intelijen lalu mempersempit targetnya dengan meretas perangkat komunikasi anggota Hizbullah dan terkadang telepon seluar para istri mereka. Peretasan ini membuat mereka dapat melacak pergerakan orang-orang Hizbullah.
“Mereka berubah dari orang yang sangat disiplin dan puritan menjadi seseorang yang membiarkan lebih banyak orang masuk daripada seharusnya,” kata Yezid Sayigh, peneliti senior di Carnegie Middle East Center, kepada Financial Times. “Kepuasan diri dan kesombongan itu disertai dengan perubahan dalam keanggotaannya--mereka mulai menjadi lembek.”
Mata-mata Israel juga melacak pergerakan para pemimpin Hizbullah dengan meretas kamera keamanan di Lebanon dan membaca odometer mobil mereka. Dengan cara ini, bila rutinitas mereka menyimpang, maka Hizbullah dapat diperkirakan akan segera melakukan serangan.
Mengintai Nasrallah
Intelijen Israel memiliki teknologi yang sangat canggih. Kerja mereka didukung satelit mata-mata, pesawat nirawak canggih, dan kemampuan peretasan siber yang mengubah ponsel menjadi alat penyadap.
Menurut Financial Times, bila seorang anggota Hizbullah teridentifikasi, pola pergerakan hariannya dimasukkan ke dalam basis data informasi mereka. Basis data ini bersumber dari banyak perangkat, termasuk ponsel yang telah diretas, pesawat nirawak yang terbang di atasnya, rekaman kamera CCTV yang yang kebetulan dia lewati, dan bahkan suaranya yang terekam pada mikrofon kendali jarak jauh TV modern.
Proses ini membutuhkan waktu dan kesabaran selama bertahun-tahun. Pelan-pelan mereka mulai dapat mengidentifikasi Hassan Nasrallah. Menurut New York Times, Israel sudah lama mengetahui soal markas Hizbullah di ruang bawah tanah di kawasan Dahieh, Beirut selatan, tempat para pemimpin Hizbullah sering rapat.
Pada Jumat malam, 27 September 2024, pesawat-pesawat Israel menjatuhkan bom berkekuatan tinggi untuk menembus ruang bawah tanah itu. Nasrallah dan para pemimpin Hizbullah yang tengah berkumpul pun tewas.
Munir Shehadeh menyatakan bahwa operasi itu tak akan berhasil tanpa dukungan pihak lain. “Israel tidak akan berhasil dalam operasi ini tanpa dukungan keamanan dan perolehan informasi intelijen dari negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Inggris,” katanya. Namun, Amerika membantah bahwa mereka mengetahui atau berperan dalam pembunuhan Nasrallah.
Fadi Daud juga menilai bahwa ketepatan serangan Israel itu sulit dicapai tanpa ada seseorang yang membantu memastikan lokasi Nasrallah. Le Parisien, surat kabar Prancis, menyebutkan bahwa Israel diberitahu oleh seorang mata-mata Iran tentang kedatangan Nasrallah ke markas tersebut beberapa jam sebelum serangan terjadi.
Pilihan editor: