TEMPO.CO, Jakarta - Tupperware dan beberapa anak usahanya pada Selasa, 16 September 2024, menyatakan bangkrut dengan melayangkan Chapter 11 yakni permohonan perlindungan kebangkrutan. Langkah ini diambil setelah berkurangnya permintaan produk-produk Tupperware oleh pasar dan kerugian finansial yang membengkak.
Tupperware kembali terseok-seok setelah badai pandemi Covid-19 berakhir. Saat Covid-19, usaha Tupperware sempat bangkit menyusul naiknya usaha produksi makanan olahan rumahan yang membutuhkan wadah makanan seperti Tupperware yang warna-warni. Namun pasca-pandemi Covid-19, biaya bahan baku plastik resin, biaya tenaga kerja dan pengangkutan telah membuat margin Tupperware tergerus.
"Dalam beberapa tahun terakhir, posisi keuangan Tupperware sangat terdampak oleh tantangan macroekonomi terkait lingkungan," kata CEO Tupperware Laurie Goldman.
Tupperware sudah berencana mengajukan perlindungan kebangkrutan setelah melanggar persyaratan utang serta menunjuk penasehat hukum dan keuangan.
Nilai asset Tupperware diperkirakan bernilai USD500 juta-USD 1miliar. Sedangkan liabilitas Tupperware diperkirakan bernilai USD1 miliar-USD10 miliar berdasarkan data pengajuan kebangkrutan yang dilayangkan ke Pengadilan Kebangkrutan Amerika Serikat distrik Delaware.
Tupperware sudah mencoba mengubah bisnisnya sejak empat tahun lalu menyusul laporan anjloknya penjualan selama enam kuartal berturut-turut sejak kuartal ketiga 2021 karena inflasi yang tinggi terus telah membuat konsumen Tupperware berpendapatan rendah urung membeli.
Pada 2023, Tupperware memfinalisasi sebuah kesepakatan dengan para pemberi pinjaman agar mau merestrukturisasi kewajiban utang Tupperware dan menandatangani dengan bank investasi Moelis & Co untuk membantu mengeksplorasi alternatif strategi.
Sumber : Reuters
Pilihan editor: Apa itu Direct Selling? Strategi Penjualan yang Dipakai Tupperware