TEMPO.CO, Jakarta - Kepala junta Myanmar mengajukan permintaan langka pada Sabtu, 14 September 2024. Junta meminta bantuan asing untuk mengatasi banjir mematikan yang telah menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi. Banjir membuat rakyat Myanmar yang telah menderita perang selama tiga tahun, kian sengsara.
Banjir dan tanah longsor telah menewaskan hampir 300 orang di Myanmar, Vietnam, Laos dan Thailand akibat Topan Yagi, yang mengakibatkan hujan lebat ketika melanda wilayah tersebut akhir pekan lalu. Di Myanmar, lebih dari 235.000 orang terpaksa meninggalkan rumah mereka akibat banjir, kata junta pada hari Jumat.
Di Taungoo, sekitar satu jam di selatan ibu kota Naypyidaw, penduduk mendayung rakit darurat di atas banjir yang mencapai atap beberapa bangunan. Sekitar 300 orang berlindung di sebuah biara di dataran tinggi di desa terdekat.
"Kami dikelilingi oleh air dan kami tidak memiliki cukup makanan untuk semua orang," kata seorang pria. "Kami membutuhkan makanan, air, dan obat-obatan sebagai prioritas."
Di luar kuil lain, para biarawati Buddha berjubah merah muda dan oranye berjalan melewati air setinggi lutut. "Saya kehilangan padi, ayam, dan bebek," kata petani Naing Tun, yang telah membawa ketiga sapinya ke dataran tinggi dekat Taungoo setelah banjir menggenangi desanya.
"Saya tidak peduli dengan barang-barang lainnya. Tidak ada yang lebih penting daripada kehidupan manusia dan hewan," katanya.
Jumlah korban tewas akibat banjir di Myanmar meningkat menjadi 74 hingga Jumat malam, menurut laporan media pemerintah pada Minggu. Operasi pencarian dan penyelamatan masih berlangsung, dengan sedikitnya 89 orang hilang hingga Jumat malam.
Myanmar telah dilanda kekacauan sejak kudeta militer pada Februari 2021 dan kekerasan telah melanda sebagian besar wilayah negara miskin itu. Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan hujan badai tersebut terutama mempengaruhi ibu kota Naypyidaw, serta wilayah Mandalay, Magway, dan Bago, bersama dengan negara bagian Shan timur dan selatan, negara bagian Mon, Kayah, dan Kayin.
"Myanmar Tengah saat ini merupakan wilayah yang paling terkena dampak, dengan banyak sungai dan anak sungai mengalir turun dari perbukitan Shan," kata OCHA kepada Reuters melalui email.
Media pemerintah juga melaporkan bahwa lima bendungan, empat pagoda, dan lebih dari 65.000 rumah hancur akibat banjir. Sekitar sepertiga dari 55 juta penduduk Myanmar membutuhkan bantuan kemanusiaan tetapi banyak lembaga bantuan, seperti Komite Palang Merah Internasional, tidak dapat beroperasi di banyak daerah karena pembatasan akses dan risiko keamanan.
CNA | REUTERS
Pilihan editor: Pemukim Ilegal Israel Racuni Ternak Palestina di Tepi Barat