TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Luar Negeri Ukraina pada Senin, 3 September 2024, mengancam Mongolia akan menerima konsekuensi karena tidak menahan Presiden Rusia Vladimir Putin yang kunjungan kerja ke Ulaanbaatar. Ukraina ingin Mongolia menangani Putin seperti putusan yang diterbitkan Mahkamah Internasional (ICC).
Kunjungan kerja Putin ke Mongolia adalah yang pertama ke negara anggota ICC sejak pengadilan di Den Hague itu menerbitkan surat perintah penahanan pada Putin pada Maret 2023. Putusan ICC itu memerintahkan 124 negara anggota ICC agar menahan Presiden Putin dan melakukan ekstradisi buntut dari perang Ukraina.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov sebelumnya meyakinkan pihaknya tak punya kekhawatiran pada Mongolia yang dianggap sebagai kawan Rusia. Saat berita ini diturunkan, Putin sudah mendarat dengan mulus di Ulaanbaatar.
“Mongolia sudah gagal melakukan putusan ICC agar menahan Putin. Ini (tindakan Ulaanbaatar) sama dengan pukulan keras ke wajah ICC dan sistem pengadilan kriminal internasional,” kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri Ukraina Georgy Tykhy.
Menurut Tykhy, Mongolia telah membiarkan ‘pelaku kriminal’ melarikan diri dari peradilan sehingga tindakan itu sama dengan berbagi tanggung jawab atas kejahatan perang yang telah dilakukan Putin. Kyev akan bekerja sama dengan sekutu-sekutunya untuk memastikan Ulaanbaatar mendapat konsekuensi atas tindakannya ini.
ICC secara formal bisa mengutuk Mongolia karena dianggap gagal menjalankan putusan ICC untuk menahan Putin. Namun putusan ICC itu kurang punya kekuatan untuk menjatuhkan sanksi atau jenis hukuman penalti lainnya. Bukan hanya itu, putusan ICC juga kurang mekanisme untuk memaksakan dikerjakannya penahanan pada Putin, melainkan hanya bergantung pada kerelaan negara anggota ICC untuk memutuskan apakah mau menjalankan putusan ICC atau mengabaikannya.
Rusia dan Ukraina sama-sama tidak menandatangani Statuta Roma, yakni kesepakatan pada 1998 untuk mendirikan ICC. Parlemen Ukraina sudah meratifikasi Statuta Roma pada bulan lalu, namun termasuk klausul yang menyatakan tidak akan mengakui yurisdiksi ICC jika terkait kasus-kasus yang melibatkan warga negara Ukraina.
ICC menerbitkan surat perintah penahanan pada Putin pada Maret 2023 dengan tuduhan Putin dan komisi hak-hak anak Rusia Maria Lvova-Belova tanpa dasar hukum mendeportasi anak-anak dari area-area Ukraina yang diduduki militer Rusia. Moskow menyebut tuduhan ICC itu tidak jelas. Sebaliknya Moskow menyoroti tindakan yang mereka lakukan adalah mengevakuasi anak-anak dari zona peperangan karena anak-anak itu menghadapi risiko terkena peluru dan serangan drone dari Ukraina.
Sumber: RT.com
Pilihan editor: Hamas Sebut Benjamin Netanyahu Harus Bertanggung Jawab atas Kematian Sandera
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini