TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrat akan berupaya menggalang dukungan dari kalangan pemilih di luar negeri untuk kandidatnya, Wakil Presiden Kamala Harris, dalam pemilu presiden Amerika Serikat pada 5 November mendatang. Komite Nasional Demokrat akan menghabiskan lebih dari US$100.000 (Rp1,5 miliar) untuk mendaftarkan 9 juta warga Amerika yang tinggal di luar negeri, dengan tujuan memenangkan suara bagi Harris.
Pendanaan untuk Democrats Abroad, yang mewakili Demokrat yang tinggal di luar Amerika Serikat, akan digunakan untuk membiayai pendaftaran pemilih dan menyebarkan informasi tentang cara memilih dari luar negeri, kata seorang pejabat DNC pada Senin, 12 Agustus 2024.
“DNC tidak akan melewatkan satu hal pun untuk memastikan Kamala Harris akan menjadi presiden Amerika Serikat berikutnya,” kata DNC dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip oleh Reuters. Komite itu mencatat sebelumnya, hanya 8 persen warga Amerika Serikat yang tinggal di luar negeri telah mendaftar untuk memilih dalam pemilu presiden 2020.
Pejabat DNC mengatakan ada lebih dari 1,6 juta warga Amerika dari negara bagian medan pertempuran Arizona, Georgia, Michigan, Nevada, North Carolina, Pennsylvania, dan Wisconsin yang tinggal di luar negeri, dan mereka akan berjuang untuk setiap suara.
Negara-negara bagian tersebut penting bagi Harris dan lawannya, mantan presiden Donald Trump dari Partai Republik, untuk memenangkan pemilu. Presiden Joe Biden sebelumnya mengalahkan Trump untuk memenangkan kursi kepresidenan 2020 dengan hanya memenangkan 44.000 suara di Arizona, Georgia, dan Wisconsin.
“Pemilihan ini akan dimenangkan dengan selisih suara tipis, dan dengan hanya tiga bulan menjelang pemilihan, setiap suara penting – termasuk suara dari mereka yang bertugas atau tinggal di luar negeri,” kata DNC.
Kontingen terbesar warga Amerika yang tinggal di luar negeri tinggal di Meksiko, kata seorang pejabat DNC, dengan jumlah terbesar berikutnya tinggal di berbagai negara di Eropa.
Harris telah menghimpun dukungan masif dari partainya sejak Presiden Joe Biden mundur sebagai kandidat karena dianggap tak mampu mengalahkan Trump untuk kedua kalinya.
Harris belakangan ini unggul dari Trump dalam berbagai jajak pendapat. Ia unggul selisih empat poin persentase di jajak pendapat terpisah di Wisconsin, Michigan, dan Pennsylvania yang dilakukan oleh New York Times dan Siena College. Hal itu merupakan perubahan besar dari jajak pendapat di negara-negara bagian yang diambil sebelum Biden mundur dari pemilihan presiden.
Secara nasional, Harris unggul atas Trump dengan lima poin persentase, 42 persen berbanding 37 persen, dalam jajak pendapat Ipsos yang dipublikasikan pada Kamis lalu, memperlebar keunggulannya dari survei Reuters/Ipsos pada 22-23 Juli, yang menemukan bahwa ia unggul 37 persen berbanding 34 persen.
REUTERS
Pilihan editor: Rumah Sakit Indonesia di Gaza Rusak, Dokter Lakukan Operasi dengan Listrik Padam
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini