TEMPO.CO, Jakarta - ASEAN Parliamentarians for Human Rights (APHR) mengecam keputusan Mahkamah Konstitusi Thailand membubarkan Partai Move Forward pada Rabu 7 Agustus 2024 karena janji kampanye partai tersebut untuk mengamandemen undang-undang lese-majeste.
Mahkamah juga menjatuhkan larangan berpolitik hingga 10 tahun terhadap 11 anggota eksekutif partai saat ini, termasuk mantan pemimpin Pita Limjaroenrat.
“Kami terkejut dengan keputusan Mahkamah Konstitusi Thailand yang membubarkan Partai Move Forward. Menyamakan usulan amendemen – yang merupakan fungsi inti parlemen – dengan upaya untuk ‘menggulingkan monarki’ adalah hal yang tidak masuk akal dan melemahkan integritas proses parlemen,” kata Mercy Chriesty Barends, Ketua APHR dan anggota parlemen Indonesia.
“Mahkamah telah mengirimkan pesan yang jelas bahwa agenda reformasi tertentu tidak akan pernah mendapat sorotan di parlemen, karena perdebatan politik dimaksudkan sebagai alat check and balance yang sah terhadap kekuasaan,” Mercy menambahkan.
MFP memenangkan jumlah suara terbanyak pada Pemilu Thailand pada 2023 tetapi dihalangi untuk memimpin pemerintahan koalisi karena mekanisme kontra-mayoritas yang dilembagakan. APHR memperingatkan bahwa keputusan ini akan semakin menghambat perdebatan politik di Thailand dimana semua diskusi yang berkaitan dengan landasan konstitusi sudah sangat dibatasi.
“Pelanggaran sistem peradilan ini tidak hanya merusak stabilitas politik Thailand tetapi juga menodai reputasi internasionalnya. Ketika suara masyarakat tidak mendapat haknya, kita mulai kehilangan kepercayaan terhadap integritas demokrasi Thailand. Tidak ada demokrasi tanpa kebebasan berekspresi, serta oposisi politik yang aktif dan bebas,” ujar Mercy.
APHR juga khawatir dengan pola penuntutan yang ditargetkan terhadap MFP dan anggotanya, mengingat 44 anggota parlemen MFP sedang diselidiki oleh Komisi Nasional Anti Korupsi atas dukungan mereka terhadap proposal tersebut pada 2021.
“Kami berdiri dalam solidaritas dengan sesama anggota parlemen dari Partai Move Forward. Kami yakin bahwa meskipun partai tersebut dibubarkan secara tidak adil, mereka akan terus berjuang bersama rakyat demi demokrasi dan hak asasi manusia Thailand,” kata Charles Santiago, Wakil Ketua APHR, dan mantan anggota parlemen Malaysia.
APHR juga mendesak pemerintah Thailand untuk memenuhi janji perubahan dan menjamin demokrasi yang menghormati hak semua orang. APHR menyebut jika pemerintah benar-benar berkomitmen untuk membawa Thailand lebih dekat ke demokrasi sejati, mereka harus melakukan peninjauan penuh terhadap konstitusi untuk memperkuat pemisahan kekuasaan dan menjamin hak konstitusional seluruh warga negara.
“Kami menyerukan kepada pemerintah Thailand untuk meninjau sepenuhnya konstitusi yang dirancang junta agar amendemen diperlukan. Kita harus memastikan bahwa pembubaran seperti ini tidak akan terjadi lagi dan membawa Thailand lebih dekat ke demokrasi sejati. Penyalahgunaan sistem hukum yang dilakukan Thailand secara terang-terangan merupakan ancaman besar bagi demokrasi di wilayah tersebut,” tambah Santiago.
Pilihan Editor: Mahkamah Konstitusi Thailand Perintahkan Pembubaran Partai Move Forward