Pyongyang Sediakan Senjata untuk Moskow?
Beberapa jam sebelumnya, Kim mengadakan resepsi dan makan siang dengan Shoigu, di mana pemimpin Korea Utara bersumpah solidaritas dengan rakyat Rusia dan militernya. Shoigu memuji militer Korea Utara sebagai yang terkuat di dunia, dan keduanya membahas kerja sama keamanan dan pertahanan strategis, kata KCNA.
Pada pertemuan lain, Shoigu membacakan pidato ucapan selamat dari Presiden Rusia Vladimir Putin yang berterima kasih kepada Korea Utara atas dukungannya selama "operasi militer khusus" di Ukraina, lapor media pemerintah.
Washington menuduh Pyongyang menyediakan senjata ke Rusia untuk upaya perangnya di Ukraina. Wakil juru bicara Departemen Luar Negeri Vedant Patel mengatakan pada Kamis bahwa AS "sangat khawatir" tentang hubungan antara Moskow dan Pyongyang.
Pyongyang dan Moskow membantah melakukan transaksi senjata.
Parade tersebut mengikuti pertemuan antara Kim dan Shoigu minggu ini yang menunjukkan dukungan Korea Utara untuk invasi Rusia ke Ukraina dan menambah kecurigaan bahwa Korea Utara bersedia memasok senjata ke Rusia, yang upaya perangnya telah dikompromikan oleh masalah pengadaan pertahanan dan persediaan.
Media pemerintah Korea Utara juga menyoroti pesan yang dikirim oleh Presiden Rusia Vladimir Putin, yang berterima kasih kepada Kim karena "mendukung dengan tegas" upaya perangnya di Ukraina. Putin mengatakan bahwa kepentingan antara Moskow dan Pyongyang sejalan karena mereka melawan "kolektif Barat dalam kebijakannya untuk menghalangi pembentukan tatanan dunia yang benar-benar multipolar dan adil," menurut versi surat Kremlin.
Pawai tersebut mengakhiri perayaan Korea Utara untuk peringatan 70 tahun gencatan senjata yang menghentikan pertempuran dalam Perang Korea 1950-53. Korea Utara, yang memicu perang dengan serangan mendadak di Selatan pada Juni 1950, didukung oleh pasukan Cina dan angkatan udara Soviet saat itu.
Korea Selatan, Amerika Serikat, dan pasukan dari negara lain di bawah naungan PBB berjuang untuk mendorong kembali invasi.
Gencatan senjata Juli 1953 tidak pernah diganti dengan perjanjian damai, meninggalkan Semenanjung Korea dalam keadaan teknis perang, tetapi Korea Utara masih melihatnya sebagai kemenangan dalam "Perang Pembebasan Tanah Air Besar".
Pilihan Editor: Rusia dan Korea Utara Makin Mesra, Punya Musuh Bersama AS
REUTERS | ABC NEWS