TEMPO.CO, Jakarta - Akademisi Azyumardi Azra memperkirakan krisis ekonomi yang terjadi di Sri Lanka tidak akan menular ke Indonesia. Walau tantangan global makin berat, ia menilai Indonesia tidak akan segenting Sri Lanka.
"Indonesia ini punya kekuatan ekonomi yang cukup kuat. Devisa cukup baik. Jadi saya tidak melihat seperti itu (krisis Sri Lanka)," kata Azyumardi Azra dalam diskusi 'Peran Islam Indonesia dalam Tatanan Dunia Berkeadilan' UIN Jakarta, Rabu, 20 Juli 2022.
"Meski tidak ada gejala, potensi seperti itu (Sri Lanka), tetap saja kita harus hati-hati, kita perlu melakukan upaya perdamaian, kedamaian, stabilitas sosial, integrasi sosial, dan lain sebagainya," ujarnya menambahkan.
Azyumardi pada pemaparannya menjelaskan konflik dan ketidakadilan di penjuru dunia itu mayoritas terjadi di dunia muslim seperti Yaman, Suriah, Irak, Afghanistan, dan Libya. Contoh ekstrem lain seperti invasi Rusia ke Ukraina.
Pergesekan yang sama, menurut Azyumardi, bisa saja terjadi di Indonesia. Jikalau masalah seperti kesenjangan ekonomi dan sosial, seperti pengangguran serta kemiskinan makin tak terbendung.
Penulis 'Islam Nusantara' itu menyatakan, umat muslim memiliki tugas khusus untuk menjaga perdamaian. Walau ada sedikit kegaduhan politik, ia menyebut sebaiknya kekecewaan tidak diaktualisasikan dalam kekerasan.
Keuangan Sri Lanka lumpuh oleh hutang yang menumpuk karena fokus pembangunan besar-besaran pasca-perang saudara yang berakhir di 2009. Pemerintah mengucurkan banyak investasi pada jalan dan pelabuhan.
Selain itu pemotongan pajak yang diberlakukan oleh rezim Presiden Gotabaya Rajapaksa juga membuat ekonomi terpuruk. Utang luar negeri Sri Lanka meroket hingga US$ 51 miliar atau sekitar Rp 757 triliun, termasuk kepada China sebesar US$ 6,5 miliar (Rp97,7 triliun).
Sri Lanka tidak bisa membayarnya. Sri Lanka juga tidak memiliki uang untuk mengimpor barang-barang pokok. Mereka hampir tidak memiliki sisa dolar untuk mengimpor bahan bakar, yang telah dijatah secara ketat.
Penjabat Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe sebelumnya mengatakan, Dana Moneter Internasional (IMF) telah mencatat butuh empat tahun untuk menstabilkan ekonomi Sri Lanka. Tahun pertama adalah yang terburuk. Rakyat Sri Lanka menyalahkan Gotabaya Rajapaksa atas runtuhnya ekonomi yang bergantung pada pariwisata. Krisis ekonomi di Sri Lanka kian parah sejak dihantam pandemi COVID-19.
Baca: Ranil Wickremesinghe Terpilih Jadi Presiden Sri Lanka Gantikan Gotabaya Rajapaksa
DANIEL AHMAD