TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Korea Utara Kim Jong Un dilaporkan memerintahkan eksekusi 20 hingga 30 pejabat pemerintah dan partai akhir Agustus lalu. Hukuman mati itu diberikan lantaran para pejabat tersebut gagal mengendalikan banjir yang menyebabkan kematian ribuan orang di negara itu.
“Telah dipastikan bahwa 20 hingga 30 kader di daerah yang dilanda banjir dieksekusi pada waktu yang sama akhir bulan lalu,” kata seorang pejabat pemerintah kepada Chosun TV, seperti dikutip Deccan Herald.
Kim Jong Un dilaporkan mengadakan pertemuan darurat setelah banjir sungai Yalu, di mana ia memecat sekretaris partainya dari Provinsi Chagang. Lee Il-gyu, mantan diplomat Korea Utara, mengatakan kepada publikasi tersebut, sebelum dieksekusi mereka diberhentikan karena alasan jaminan sosial.
“Meskipun baru-baru ini terjadi kerusakan akibat banjir, mereka diberhentikan karena alasan jaminan sosial, dan para eksekutif sendiri sangat cemas sehingga mereka tidak tahu kapan leher mereka akan putus...”
Sebelumnya, hujan deras melanda daerah barat laut negara itu baru-baru ini, membanjiri lebih dari 4.000 rumah di wilayah Sinuiju dan Uiju, sebagai dilaporkan media pemerintah Korea Utara. Kim Jong Un secara pribadi memeriksa daerah yang terendam banjir dan menyatakan keprihatinan yang mendalam atas kerusakan tersebut, kata media pemerintah pada hari Senin lalu.
Dikutip dari, Times of India meskipun rincian jumlah tereksekusi tersebut tidak dapat diverifikasi karena kerahasiaan ekstrem Korea Utara, Badan Berita Pusat Korea Utara (KCNA) melaporkan bahwa Kim telah menginstruksikan pihak berwenang untuk “menghukum ketat” para pejabat setelah banjir di Provinsi Chagang, dekat perbatasan Tiongkok, pada Juli lalu.
“Kami berharap bahwa pemerintah akan terus meningkatkan kesejahteraan rakyat”, katanya.
Menurut laporan The Independent, Korea Utara memiliki sejarah hukuman mati atau yang mereka sebut sebagai “eksekusi umum”, dengan rata-rata 10 orang terjadi setiap tahun sebelum pandemi Covid, merunut Korea Times, outlet media Korea Selatan. Jumlah tersebut telah meningkat menjadi sekitar 100 orang atau lebih, berdasarkan klaim media tersebut.
“Ekonomi Korea Utara yang tidak stabil, sanksi internasional, dan dampak bencana alam kemungkinan besar berkontribusi,” kata Yang Moo-jin, presiden Universitas Studi Korea Utara di Seoul, Korea Selatan.
Laporan Hak Asasi Manusia Korea Utara 2023, yang disusun dari kesaksian 508 pembelot, juga mengklaim adanya pola pelanggaran hak asasi manusia yang parah dan kondisi hidup brutal yang dialami oleh warga negara itu. Laporan tersebut mencatat bahwa eksekusi mati sering dilakukan di depan umum, dengan warga dipaksa untuk hadir.
“Praktik ini dirancang untuk mengintimidasi dan mengendalikan populasi. Kami berharap bahwa pemerintah akan terus meningkatkan kesejahteraan rakyat. Komunitas internasional harus bekerja sama untuk mengekspos pelanggaran ini dan membawa perubahan,” kata Julie Turner pada Oktober tahun lalu, yang merupakan utusan khusus AS untuk hak asasi manusia Korea Utara.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | INDEPENDENT | TIMES OF INDIA| DENCCAN HERALD
Pilihan Editor: Gagal Mengatasi Banjir, Kim Jong Un Tembak Mati 30 Pejabat Daerah