TEMPO.CO, Manila - Presiden Filipina Rodrigo Duterte bersumpah akan membunuh lebih banyak lagi orang yang dicurigai sebagai pengedar narkoba setelah dikecam aktivis hak asasi manusia internasional dan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Bahkan presiden 71 tahun tersebut berencana mengikutsertakan militer dalam perangnya terhadap narkoba yang telah menewaskan lebih dari 7.000 nyawa.
Baca juga:
Duterte Perintahkan Operasi Antinarkoba Dihentikan Sementara
Duterte Naik Pitam, Minta Imam Katolik Telan Sabu
Operasi Narkoba Presiden Duterte Tembak Mati Wali Kota
Duterte mengatakan segera mengeluarkan perintah eksekutif untuk tentara agar berada di garis depan melawan peredaran obat-obatan terlarang, yang ia gambarkan sebagai ancaman keamanan nasional.
"Saya akan melibatkan Angkatan Bersenjata Filipina (AFP) dan membuat masalah narkoba sebagai ancaman keamanan negara," ucap Duterte, Kamis, 2 Februari 2017, seperti dilansir Sydney Morning Herald.
Rencana Duterte melibatkan tentara untuk memerangi narkoba mendapatkan kecaman baru dari penggiat HAM internasional yang berbasis di Amerika Serikat, Human Rights Watch.
"Menggunakan personel militer hanya akan mempertinggi risiko kekerasan yang tidak perlu atau berlebihan dan taktik militer yang tidak pantas," tutur Human Rights Watch, seperti dilansir Sydney Morning Herald pada 3 Februari 2017.
Penggunaan tentara menghadapi warga sipil telah mengingatkan kembali pada masa kelam beberapa dekade lalu. Pada medio 1970-an, diktator korup Filipina, Ferdinand Marcos, memberlakukan darurat militer yang menewaskan puluhan ribu rakyat sipil tak berdosa, sehingga memicu pemberontakan yang memaksa dia, keluarganya, dan kroninya melarikan diri ke tempat pengasingan pada 1986.
SYDNEY MORNING HERALD | YON DEMA