TEMPO.CO, Havana - Pemerintah Kolombia dan pemberontak FARC mengatakan mendesak Perserikatan Bangsa-Bangsa memantau kemungkinan berakhirnya konflik yang telah berlangsung selama lima dekade dan melucuti kelompok bersenjata.
"Kami memutuskan meminta Dewan Keamanan PBB mengirimkan misi tak bersenjata selama periode 12 bulan guna mengamati berakhirnya konflik," demikian bunyi kesepakatan kedua pihak setelah melakukan perundingan damai di ibu kota Kuba, Havana, Selasa, 19 Januari 2016.
Mereka menuturkan misi ini menjamin gencatan senjata dan perlucutan senjata akan dilakukan secara tulus dan permanen. Pengumuman ini, ucap mereka, merupakan momen transcendental dalam proses perdamaian.
Presiden Kolombia Juan Manuel pada tahun lalu pernah menuturkan akan mengajukan permintaan kepada PBB untuk menjadi pengamat perdamaian antara pasukan pemerintah dan pemberontak.
Pemberontak sepakat mengajukan permintaan bersama kepada PBB sebagai proses menuju perdamaian abadi sebelum batas waktu 23 Maret 2016 yang disampaikan para juru runding.
Pengumuman perdamaian kedua pihak datang beberapa hari setelah Presiden Kuba Raul Castro bertemu dengan para perunding dari kedua pihak. Saat bersamaan dengan perundingan damai, para pemimpin pemberontak berada di Kolombia untuk memberikan arahan kepada pasukannya di pegunungan dan hutan.
Meskipun pemerintah dan kelompok pemberontak sepakat mengakhiri perang yang telah berlangsung selama lebih-kurang 50 tahun dengan pengawasan Dewan Keamanan PBB, para pengamat skeptis tentang perdamaian tersebut. FARC telah melakukan perundingan dengan pemerintah sebanyak tiga kali dan hasilnya selalu gagal.
Pada akhir 2015, Al Jazeera mendapatkan jaminan akses menuju kamp FARC, di mana para komandan menunjukkan optimistisnya mengenai perundingan damai di Kuba.
Mereka mengatakan tetap waspada bila diminta meletakkan senjata, kecuali jika pemerintah memberikan jaminan akan melindungi mereka dari kelompok paramiliter dan organisasi kejahatan lain.
Kantor Kejaksaan Agung negara di Amerika Latinini memperkirakan sekitar 52 ribu orang telah hilang dalam perang panjang di Amerika Latin. Perang ini menewaskan setidaknya 220 ribu orang dan mengakibatkan jutaan lain kehilangan tempat tinggal.
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN