TEMPO.CO , Den Haag - Mahkamah Pidana Internasional pada Rabu 14 Maret 2012 memutuskan seorang panglima perang Kongo bersalah mengubah anak menjadi pembunuh. Hakim memutuskan Thomas Lubanga bersalah merekrut anak-anak di bawah usia 15 tahun dan menggunakan mereka untuk berpartisipasi dalam perang saudara di Republik Demokratik Kongo.
Kekerasan di Kongo terjadi pada 2002-2003 dan terpusat di bagian timur negeri yang kaya mineral itu. Lubanga akan tetap berada di tahanan menunggu putusan pengadilan.
Baca Juga:
Putusan bersejarah ini menandai tonggak baru pengadilan internasional yang menargetkan kejahatan perang di seluruh dunia. Ini adalah vonis pertama yang dikeluarkan oleh pengadilan yang berbasis di Belanda, yang memiliki 14 kasus lain, tiga di antaranya berada dalam proses perradilan.
Lubanga, yang menyerah pada tahun 2006, merupakan penangkapan pertama yang diperintahkan pengadilan yang berdiri satu dekade lalu itu. Persidangan ini juga merupakan kali pertama tersangka diadili dengan tuntutan yang melibatkan anak-anak sebagai tentara.
Menurut dokumen pengadilan, Lubanga memerintahkan perekrutan tentara anak dan memaksa mereka untuk terjun ke medan laga sebagai milisi, termasuk sebagai pengawalnya. Para mantan tentara anak yang menjadi saksi di pengadilan, membenarkan peran Lubanga dalam merekrut mereka dan memerintahkan mereka membunuh, memperkosa, dan merampok.
"Kasus ini merupakan langkah besar dalam perjuangan melawan kejahatan-kejahatan serius terhadap anak," kata Luis Moreno Ocampo, jaksa pengadilan itu, dalam pernyataan yang dimuat di situsnya. "Anak-anak peserta wajib militer kehidupannya hancur. Kasus ini akan memberikan kontribusi untuk mengekspos masalah itu dan dalam menghentikan praktek-praktek kriminal sejenis."
Lubanga adalah salah satu dari lebih dari selusin orang yang dinyatakan sebagai buron oleh pengadilan internasional. Buron internasional lain adalah Presiden Sudan Omar al-Bashir dan Joseph Kony, pemimpin milisi Uganda yang juga merekrut anak-anak sebagai tentara.
TRIP B | CNN