TEMPO.CO, Den Haag - Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda, menyatakan bekas Wakil Presiden Kongo, Jean-Pierre Bemba, melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kejahatan kemanusiaan di Republik Afrika Tengah (CAR) selama lebih-kurang satu dekade.
Keputusan yang diumumkan pada Senin, 21 maret 2016, itu menyebutkan bahwa Bemba dinyatakan bertanggung jawab atas perintah terhadap pasukannya. Bemba juga dianggap bertanggung jawab atas 1.500 angkatan bersenjata swasta yang melakukan pembunuhan, perkosaan, dan penjarahan.
Baca juga:
Tuduhan terhadap Bemba--dua kejahatan kemanusiaan dan tiga kejahatan perang--ketika dia melakukan intervensi militer ke wilayah CAR yang dipimpin Presiden Ange-Felix Patasse, yang selanjutnya memicu perang saudara.
Proses peradilan terhadap Bemba membutuhkan waktu cukup lama di ICC terkait dengan tudingan melakukan kejahatan seksual secara sistematis yang dilakukan para serdadunya dalam perang tersebut.
Wartawan Al Jazeera, Paul Brenna, yang melaporkan dari Den Haag, mengatakan keputusan ICC ini sangat bersejarah. "Bukan karena Bemba seorang pemimpin paling senior yang pernah diseret ke mahkamah kejahatan internasional di Den Haag, melainkan karena fakta bahwa ia menjadikan perkosaan sebagai senjata perang," ucap Brennan.
Para aktivis hak asasi manusia menyambut baik vonis yang dijatuhkan terhadap Bemba oleh ICC.
Descartes Mponge, sekretaris jenderal organisasi hak asasi manusia Kongo, mengatakan keputusan tersebut memperkuat kredibilitas ICC di Afrika, di mana vonis itu disebut bias dan berbau politik.
Bemba adalah seorang pengusaha kaya yang memimpin milisi Gerakan untuk Pembebasan Kongo (MLC) dan partai politik mendominasi kekuasaan negara pada awal 2000-an.
Bemba diseret ke pengadilan pada November 2004 atas tudingan perkosaan terhadap korban dengan todongan senjata di beberapa tempat dan kapan saja, sebagaimana disampaikan jaksa penuntut umum, Horejah Bala-Gaye.
Namun pengacara Bemba dalam pembelaan terakhirnya di depan majelis hakim mengatakan tidak ada cukup bukti untuk menghukum terdakwa.
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN