Pandangannya yang dianggap terlalu ekstrem membuat ia dilarang bertugas di militer. Ben-Gvir kemudian dibebaskan dari wajib militer di IDF. Setelah dibebaskan, ia masuk Yeshivat HaRa'ayon HaYehudi, sebuah sekolah agama yang didirikan oleh Kahane.
Pada tahun 2000-an, Ben-Gvir belajar hukum di Ono Academic College. Pada 2008, ia berhasil mendapatkan gelar sarjana hukum. Namun Asosiasi Pengacara Israel (IBA) awalnya melarangnya mengikuti ujian pengacara karena ia pernah dihukum atas tindak pidana hasutan rasisme dan dukungan terhadap organisasi teroris
Ben-Gvir kemudian menentang keputusan IBA dengan mengajukan contoh aktivis sayap kiri ekstrem yang sebelumnya diizinkan untuk mengikuti ujian. Ia akhirnya berhasil mendapatkan lisensi praktik hukum pada 2012 setelah menyelesaikan kasus-kasus yang tertunda.
Ia memperoleh pengalaman hukum dengan bekerja sebagai asisten anggota Knesset, Michael Ben-Ari. Selain itu, dia juga pernah bekerja dengan Honenu, sebuah organisasi yang menyediakan bantuan hukum bagi warga Israel yang didakwa terkait pembelaan terhadap agresi Arab.
Kontroversi Ben-Gvir
Masa lalu Ben-Gvir penuh dengan kontroversi. Pada tahun 1995, di tengah puncak Perjanjian Damai Oslo, ia terkenal karena memamerkan hiasan kap mobil Perdana Menteri Yitzhak Rabin dan mengatakan, "Kami sudah sampai di mobilnya. Kami juga akan sampai di sana."
Beberapa minggu kemudian, Rabin dibunuh oleh seorang ultranasionalis Israel. Selain itu, Ben-Gvir juga terkenal karena memajang foto Baruch Goldstein, warga Amerika Israel yang membantai 29 jamaah Palestina di Hebron pada tahun 1994.
Menjelang pemilu Israel tanggal 1 November 2022, Ben-Gvir menjadi berita utama karena pidato dan aksi anti-Palestinanya, termasuk mengacungkan pistol dan mendorong polisi untuk menembaki para pelempar batu Palestina di lingkungan Yerusalem yang tegang.
Ketika baru saja menjabat sebagai Menteri Keamanan Nasional, Ben-Gvir melakukan kunjungan provokatif ke Masjid Al Aqsa, yang menimbulkan kecemasan di kalangan warga Palestina.
Ben-Gvir juga pernah menegaskan bahwa haknya untuk bergerak bebas di Yudea dan Samaria lebih penting daripada kebebasan bergerak bagi warga Palestina di Tepi Barat yang diduduki. Pernyataan ini mendapat reaksi keras, termasuk dari supermodel Amerika, Bella Hadid.
Sebagai tanggapan, Ben-Gvir menyebut Hadid sebagai "pembenci Israel" dan menuduhnya hanya membagikan sebagian wawancara untuk menggambarkan dirinya sebagai seorang rasis.
RIZKI DEWI AYU | ANADOLU | ANTARA | REUTERS | AL JAZEERA
Pilihan editor: Rusia Kian Tertekan Hadapi Ukraina, Evakuasi Lagi Ribuan Orang dari Kursk