TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi Thailand pada Rabu 7 Agustus 2024 memerintahkan pembubaran partai populer anti-kemapanan, Partai Move Forward. Keputusan ini diambil atas kampanye kontroversialnya untuk mengamendemen undang-undang lese majeste yang melindungi monarki dari kritik.
Pembubaran pemenang pemilu 2023 adalah kemunduran terbaru bagi partai-partai politik besar di Thailand, yang masih terlibat dalam perebutan kekuasaan selama dua dekade dengan hubungan berpengaruh antara kaum konservatif, keluarga taipan, dan jenderal royalis.
Keputusan tersebut diambil enam bulan setelah pengadilan yang sama memerintahkan Partai Move Forward untuk membatalkan rencananya mereformasi undang-undang lese majaeste tentang penghinaan terhadap kerajaan, karena menilai undang-undang tersebut tidak konstitusional dan berisiko merusak sistem pemerintahan Thailand dengan raja sebagai kepala negara.
Move Forward menyangkal hal itu.
Meskipun pembubaran ini kemungkinan besar akan membuat marah jutaan pemilih muda dan perkotaan yang mendukung Move Forward dan agenda progresifnya, dampak dari keputusan tersebut diperkirakan akan terbatas, dengan hanya 11 eksekutif dan mantan eksekutif partai yang dilarang berpolitik selama 10 tahun.
Di antara orang-orang yang terkena dampak keputusan ini adalah mantan pemimpin partai, Pita Limjaroenrat, politisi paling populer di Thailand.
Pita, 43 tahun, yang secara mengejutkan memimpin partai reformis tersebut dalam pemilihan umum tahun lalu, akan dilarang mengambil peran apa pun dalam politik selama dekade berikutnya.
Popularitas Pita melonjak menjelang pemilu ketika ia menarik perhatian para pemilih muda dan perkotaan dengan janjinya untuk mereformasi undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang ketat di Thailand. Kelompok hak asasi manusia menegaskan aturan itu disalahgunakan untuk membungkam kelompok pro-demokrasi.
Sebanyak 143 anggota parlemen lainnya akan mempertahankan kursi mereka dan diperkirakan akan melakukan reorganisasi di bawah partai baru, seperti yang mereka lakukan pada 2020 ketika pendahulunya, Future Forward, dibubarkan karena pelanggaran pendanaan kampanye.
Jika semuanya bergabung dalam partai yang sama, maka partai ini akan menjadi partai terbesar di parlemen dan diperkirakan akan melanjutkan agenda progresif yang mencakup reformasi militer dan penghapusan monopoli bisnis besar.
Ini salah satu kebijakan yang membuat para pesaingnya bersatu untuk menghalangi partai tersebut membentuk pemerintahan pada tahun lalu.
Sekitar pukul 16.00 waktu setempat, sejumlah pendukung muncul di markas partai, menyatakan ketidakpuasan terhadap keputusan tersebut. Seorang reporter CNA di tempat kejadian mencatat bahwa emosi sedang tinggi.
Keputusan tersebut diambil pada saat yang kritis dalam politik Thailand, dengan perpecahan yang juga muncul dalam gencatan senjata yang tidak mudah antara kelompok royalis dan saingan lama lainnya, partai populis yang berkuasa, Pheu Thai.
Mahkamah Konstitusi minggu depan akan memutuskan kasus yang diajukan oleh 40 mantan senator konservatif yang berusaha memecat Perdana Menteri Srettha Thavisin atas pengangkatan menteri kabinet, termasuk seorang pengacara yang pernah menjalani hukuman penjara. Dia membantah melakukan kesalahan dan mengatakan penunjukan itu dilakukan secara wajar.
Kasus Srettha merupakan salah satu faktor yang meningkatkan ketidakpastian politik dan mengguncang pasar keuangan, dengan prospek pergolakan politik jika ia dicopot.
Seorang perdana menteri baru perlu dipilih oleh parlemen, yang berpotensi mengadu Pheu Thai dengan mitra koalisinya dan mengarah pada perombakan aliansi pemerintahan dan penataan kembali kabinet dan kebijakan.
Pilihan Editor: MK Thailand Tetapkan 17 Juli untuk Sidang Kasus Pembubaran Partai Move Forward
REUTERS | CNA