TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 50 anggota parlemen Tunisia menggugat Perdana Menteri Youssef Chahed, atas dugaan menerima uang suap dari Inggris. "Uang itu digunakan untuk pencitraan dan mendistorsi unjuk rasa."
Salah seorang dari 50 anggota parlemen, Nizar Boujalal, mengatakan kepada wartawan pada acara jumpa pers di Ibu Kota Tunis, "Kami menduga kuat pemerintah menerima bantuan dari Inggris di luar kerangka kerja legal untuk membayar perusahaan periklanan dengan tujuan mendistorsi unjuk rasa," ucapnya seperti dikutip Middle East Monitor.
Baca: Demo Ekstrem Kembali Landa Tunisia, 300 Ditangkap
Presiden Tunisia Beji Caid Essebsi. presstv.ir
Dia menambahkan, jika dugaan tersebut terbukti bahwa bantuan keuangan itu ilegal maka hukumannya adalah hukuman mati. "Parlemen Inggris memutuskan melakukan penyelidikan atas peristiwa ini, dan parlemen Tunisa juga merencanakan membentuk komite investigasi terhadap kasus tersebut," jelas Boujalal.
Sikap anggota parlemen Tunisa itu bermula dari laporan koran Inggris, The Guardian, pada awal Juli 2018. Media ini menyebutkan, pemerintah Inggris telah membayar sejumlah uang kepada sebuah perusahaan periklanan asing untuk mendukung kampanye pemerintah Tunisia menyusul unjuk rasa menentang kenaikan harga di negara tersebut.
Namun berita tersebut dibantah oleh Kedutaan Besar Inggris di Tunisia. "Kami kecewa dengan manipulasi laporan media yang mendistorsi posisi Kerajaan. Pemerintah Inggris memberikan bantuan teknis kepada Tunisia melalui program pembangunan untuk membantu sektor publik bersama rakyat Tunisia secara transparan."Sejumlah pengunjuk rasa membakar bendera Amerika Serikat saat melakukan aksi setelah Presiden Trump menunjuk Yerusalem menjadi ibukota Israel di Tunis, Tunisia, December 7, 2017. REUTERS/Zoubeir Souissi
Dalam sebuah pernyataan sebelumnya, juru bicara pemerintah Tunisia Iyad Dahmani menolak berbagai laporan tentang suap. "Pemerintah Tunisia tidak pernah teken kontrak dengan perusahaan periklanan terkait dengan unjuk rasa di negara."
Baca: Tunisia Melarang Maskapai Emirat Terbang
Tunisia akan menggelar pemilihan umum tahun dengan. Pada agenda politik nasional tersebut, Chahed diharapkan mencalonkan diri untuk mempertahankan posisinya sebagai Perdana Menteri, sedangkan putra mantan Presiden Beji Caid Essebsi diproyeksikan menjadi presiden.