TEMPO.CO, Istanbul - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan pemberlakuan keadaan darurat selama tiga bulan. Penetapan ini dilakukan pascaupaya kudeta oleh militer pada pekan lalu. Rabu, 20 Juli 2016, Erdogan bertemu dengan anggota Dewan Keamanan Nasional dan Dewan Menteri yang kemudian menyetujui rekomendasi keadaan darurat.
Deklarasi keadaan darurat ini agar negara itu bisa mengambil langkah-langkah efisien menghapus ancaman kudeta sesegera mungkin. “Yang merupakan ancaman terhadap demokrasi, aturan hukum dan hak, serta kebebasan warga negara kita,” ucap Erdogan, Rabu menjelang tengah malam waktu setempat.
Lewat televisi nasional, Erdogan mengatakan keadaan darurat bukan ancaman bagi demokrasi. Ia berujar, para gubernur akan memperluas kekuasaan serta tentara akan berada di bawah komando dan kendali para gubernur.
Erdogan juga menjamin semua “virus” di angkatan bersenjata Turki akan segera dibersihkan. Ia menganalogikan hal tersebut seperti kanker. “Hal ini seperti metastasis (pertumbuhan sel kanker) yang terjadi di dalam tubuh Turki, dan kami akan membersihkannya.”
Selain itu, Erdogan memuji reaksi yang datang terhadap upaya kudeta. Dalam upaya kudeta tersebut, 246 orang tewas dan 1.536 lain mengalami luka-luka. Mereka umumnya adalah yang melawan kudeta itu. “Setiap anggota bangsa ini datang bersama sebagai satu kesatuan,” ujar Erdogan.
Turki kini telah memecat atau menskors sekitar 50 ribu pegawai setelah gagalnya kudeta. Ini sebagai langkah intensif pembersihan serta menerjang lembaga pasukan keamanan negara dan banyak lembaga-lembaga demokrasi di negara itu.
CNN | DIKO OKTARA