TEMPO.CO, Jakarta - Pengusaha Turki Osman Kavala ditahan oleh polisi karena diduga terlibat kudeta yang gagal pada 2016, hanya beberapa jam setelah dia dibebaskan pengadilan karena perannya dalam protes Taman Gezi tahun 2013.
Permintaan penahanan baru oleh jaksa penuntut datang ketika sejumlah orang termasuk anggota parlemen, terdakwa lainnya, dan pendukung, sedang menunggu Kavala dibebaskan.
Baca juga:
"Erdogan yang memerintahkan penangkapan Kavala, dan dialah yang memerintahkan pembebasannya hari ini. Kami telah menunggu pembebasannya selama 5 jam, dan sekarang mereka membuat tuduhan terkait kudeta," kata anggota parlemen Garo Paylan, dikutip dari Reuters, 19 Februari 2020.
"Tidak ada yang aman dari kekejaman hukum di Turki ini. Saya sangat khawatir tentang keputusan pengadilan yang sewenang-wenang dan membuat tuduhan palsu," tambahnya. Tidak ada pembaruan segera dari otoritas kehakiman tentang status Kavala.
Kantor berita Anadolu yang dikelola pemerintah Turki melaporkan pada Selasa malam, jaksa menuduh Kavala berusaha merusak tatanan konstitusional sehubungan dengan upaya kudeta yang disalahkan oleh Ankara atas Fethullah Gulen, seorang pemimpin agama yang tinggal di pengasingan di Amerika Serikat, dan kelompoknya. Gulen membantah tuduhan itu.
Kavala diharapkan bebas setelah dipenjara lebih dari dua tahun. Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa pada bulan Desember menuntut pembebasannya segera dan meyakini jika Kavala tidak bersalah.
"Tentu saja keputusan hari ini adalah keputusan yang tepat, namun ini sangat aneh," kata direktur Human Rights Watch Turki Emma Sinclair-Webb.
Ayse Bugra, istri Osman Kavala, pengusaha Turki, meninggalkan restoran setelah mengetahui bahwa kantor kejaksaan Istanbul menuntut penahanan suaminya, di Silivri, dekat Istanbul, Turki, 18 Februari 2020. [REUTERS / Murad Sezer]
Pada 2013, ratusan ribu pendemo di Istanbul dan tempat lain di Turki memprotes aksi yang disetujui oleh Erdogan untuk membangun replika barak Ottoman di Taman Gezi. Delapan pemuda dan seorang petugas polisi terbunuh dan 5.000 orang terluka dalam kerusuhan itu.
Menyusul pembebasan Osman pada Selasa, Menteri Perindustrian Mustafa Varank mengutuk protes Gezi sebagai "pengkhianatan" yang telah merusak negara itu secara demokratis dan ekonomi.
Kavala dan dua terdakwa lainnya menghadapi hukuman seumur hidup tanpa pembebasan bersyarat, sementara enam terdakwa lainnya dituduh membantu mereka dalam upaya menggulingkan pemerintah dengan mengorganisir aksi demo. Semua membantah tuduhan itu. Hanya Kavala yang ditahan selama persidangan berlangsung.
Kasus tujuh terdakwa lebih lanjut, yang berada di luar negeri dan diadili secara in absentia, dipisahkan tetapi surat perintah penangkapan untuk mereka dicabut. Seorang pengacara mengatakan mereka juga akan dibebaskan.
Kritik terhadap pemerintah Erdogan telah mempertanyakan independensi pengadilan Turki, terutama sejak tindakan keras keamanan menyusul upaya kudeta 2016. Erdogan dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AK) mengatakan bahwa pengadilan membuat keputusan independen.
Menurut Al Jazeera, dalam pembelaannya Kavala menunjuk ke keputusan Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa yang menuntut pembebasannya segera dan menggambarkan kasusnya sebagai "fiksi konspirasi" bahwa protes adalah upaya untuk menggulingkan pemerintah.
Pengadilan sebelumnya membebaskan orang-orang yang dituntut atas protes 2013, dengan hakim yang memutuskan pada 2015 mereka menjalankan hak kebebasan berkumpul. Tetapi pada tahun 2017 Kavala ditangkap dan pada tahun berikutnya polisi menangkap 15 terdakwa lainnya termasuk tokoh masyarakat sipil, penulis, dan aktor.
Penuntutan itu merupakan bagian dari tindakan keras yang menurut pihak berwenang Turki diperlukan dengan alasan keamanan. Ini melibatkan pembersihan yang luas dari angkatan bersenjata, kementerian, dan organisasi negara Turki.
SAFIRA ANDINI | REUTERS | AL JAZEERA