TEMPO.CO, Jakarta - Turki mencabut kondisi darurat, Rabu 18 Juli 2018, setelah dua tahun diberlakukan menyusul kudeta gagal pada Juli 2016.
Arab News melaporkan, Presiden Recep Tayyip Erdogan memberlakukan negara dalam keadaan darurat pada 20 Juli 2016, lima hari setelah sejumlah jet tempur memborbardir Ankara dan bentrok berdarah di Istanbul.
Baca: Turki Perpanjang Status Keadaan Darurat Selama 90 Hari
Seorang pria mengibarkan bendera nasional Turki dalam peringatan setahun gagalnya kudeta militer di Jembatan Bosphorus, Istanbul, Turki, 15 Juli 2017. Lebih dari 50.000 orang dipenjara, termasuk tokoh oposisi. REUTERS/Osman Orsal
"Akibat serangan tersebut, 249 orang diyakini tewas," tulis Arab News, Rabu.
Pemberlakuan kondisi darurat tersebut diikuti dengan penahanan terhadap 80 ribu orang dan pemecatan pejabat militer, pegawai negara, termasuk guru karena mereka diduga terlibat kudeta Juli 2016.Turki Pasca-Kudeta
Pemerintah Turki menuduh kudeta gagal tersebut diotaki oleh ulama tinggal di pengasingan Amerika Serikat, Fetullah Gulen, dan para pengikutnya. Namun tuduhan tersebut dibantah. Turki juga melakukan pengejaran besar-besaran terhadap para pendukung Gulen, termasuk aktivis Kurdi dan sayap kiri.
Baca: Erdogan: Turki Cabut Status Darurat Militer Setelah Pemilu
Bekas pemimpin oposisi pro-Partai Demokratik Rakyat Kurdi, HDP, Figen Yuksekdag dan Selahattin Demirtas hingga kini masih diperam dalam penjara sejak dia ditangkap pada November 2016 oleh aparat keamanan Turki.