TEMPO.CO, Islamabad - Pengadilan Tinggi Peshawar menyatakan, serangan pesawat tak berawak (drone) dinas rahasia Amerika Serikat CIA (Central Intelligence Agency) adalah ilegal. Dalam putusan sidang Kamis 9 Mei 2013, hakim menyebut serangan drone di daerah suku Pakistan sebagai "kejahatan perang".
Pengadilan menyerukan kepada pemerintah Pakistan "menggunakan kekuatannya jika diperlukan" untuk mencegah kematian warga sipil lebih lanjut oleh pesawat tak berawak AS. Ia juga memerintahkan delegasi Pakistan di PBB untuk membawa masalah ini di Dewan Keamanan PBB, di mana Pakistan saat ini menjadi anggota tidak tetap.
Ketua majelis hakim kasus ini, Dost Muhammad Khan, dalam sidang itu mengutip sejumlah hukum internasional yang dilanggar akibat serangan drone itu. Dia juga menyerukan pemerintah AS untuk memberi ganti rugi terhadap warga sipil Pakistan yang menjadi korban serangan drone, dan meminta Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon untuk membentuk pengadilan kejahatan perang untuk menyelidiki ketidakadilan ini lebih jauh
Namun, Masood Khan, perwakilan permanen Pakistan untuk PBB, tidak membahas serangan pesawat tak berawak dalam keterangannya soal kontraterorisme kepada Dewan Keamanan PBB, Senin 13 Mei 2013, meskipun ada putusan soal tersebut di Pengadilan Tinggi Peshawar.
Philip G. Alston, mantan Pelapor Khusus PBB tentang pembunuhan di luar hukum mengatakan kepada IPS, Senin 13 Mei 2013, "Ada simbolisme penting dalam temuan Pengadilan Peshawar." Ia memuji sikap pengadilan yang menyoroti fakta bahwa serangan pesawat tak berawak CIA tidak sesuai dengan hukum internasional. Namun, ia mencatat, alasan hukum di balik keputusan itu tidak "sempurna".
"Saya ragu bahwa baik (AS) atau pemerintah Pakistan akan tergerak oleh perintah yang dikeluarkan oleh pengadilan. Tetapi pesan yang dikirim dari keputusan itu adalah tetap salah satu yang penting," kata Alston.
Mirza Shahzad Akbar, pengacara Pakistan yang membela korban serangan drone di Peshawar menyebut sikap pengadilan itu sebagai "keputusan penting". Dalam siaran persnya ia mengatakan, "keputusan ini juga akan menjadi ujian bagi pemerintahan baru. Jika serangan pesawat tak berawak berlanjut dan pemerintah gagal untuk bertindak, ia akan menghadapi risiko menghina pengadilan (contempt of court)."
Pada tahun 2010, Akbar membantu Biro Penyelidik Federal (FBI) AS dalam kasus terorisme yang melibatkan seorang diplomat Pakistan. Namun hubungan mereka berubah masam ketika Akbar dan lembaga bantuan hukumnya, Foundation for Fundamental Rights, memutuskan untuk menuntut CIA karena meluncurkan serangan pesawat tak berawak pada 17 Maret 2011 yang menewaskan sekelompok warga sipil Pakistan.
Ketika Akbar merencanakan perjalanan dari Pakistan ke New York pada Juni 2011 untuk berbicara di Columbia Law School, Departemen Luar Negeri AS menolak untuk memberinya visa.
Biro Jurnalisme Investigatif (The Bureau of Investigative Journalism) memperkirakan ada 368 total serangan pesawat tak berawak CIA di Pakistan selama 2004-2013, dimana 312 di antaranya terjadi di bawah periode pemerintahan Presiden Barack Obama. Biro itu juga memperkirakan bahwa antara 2.541 dan 3.533 orang tewas akibat serangan itu, 411 sampai 844 di antaranya adalah warga sipil, dan 168 sampai 197 di antaranya adalah anak-anak.
Bulan lalu, para pemrotes Amerika meluncurkan "April Days of Action" untuk memprotes pangkalan militer, kampus, dan perusahaan di mana drone digunakan, didukung, dan dibangun. Protes itu untuk meningkatkan kesadaran tentang serangan pesawat tak berawak AS dan sebagian terinspirasi oleh 13 jam filibuster senator Republik Rand Paul saat nominasi John Brennan sebagai direktur CIA.
Filibuster Rand Paul menyoroti kebijakan drone semasa Brennan. Filibuster adalah taktik untuk menghalangi, biasanya melalui pidato berkepanjangan, yang tujuannya adalah menunda Senat mengambil tindakan legislatif.
Ipsnews.net | Abdul Manan