TEMPO.CO, Washington - Di depan publik, Amerika Serikat menyatakan hanya memberikan bantuan non-militer terhadap pemberontak Suriah yang berusaha menjatuhkan Presiden Bashar Al-Assad. Laporan sejumlah media menunjukkan, negeri adidaya itu terlibat cukup dalam membantu musuh Assad dalam perang yang sudah berlangsung lebih dari 2 tahun dan menyebabkan sekitar 70.000 orang tewas itu.
Dinas rahasia Amerika Serikat CIA (Central Intelligence Agency) dilaporkan telah memberikan pelatihan kepada pemberontak. Pelatihan ini diberikan oleh CIA, bekerja sama dengan badan intelijen Inggris, Perancis, dan Yordania. Para pemberontak diajarkan menggunakan berbagai jenis senjata, termasuk senjata anti-tank, dan taktik tempur peperanan dalam kota.
Para pemberontak juga menerima laporan intelijen terbaru CIA, yang mereka dapat gunakan untuk bertindak. Informasi intelijennya bisa berasal dari yang mereka kumpulkan melalui satelit dan pengawasan sinyal serta tukar menukar informasi dengan dinas rahasia Israel dan Yordania. Namun CIA mengatakan, mereka memastikan data itu diberikan secara terbatas, dan menahan jenis informasi sensitif seperti lokasi yang dicurigai sebagai tempat penyimpanan senjata kimia Suriah.
Gedung Putih enggan untuk mengirim bantuan militer, meski ada desakan untuk melakukannya, karena khawatir akan jatuh ke tangan kelompok teroris seperti Jabhat al-Nusra, yang memiliki afiliasi dengan Al-Qaidah. "Tidak seperti senjata, intelijen dari CIA secara operasional berguna untuk waktu singkat dan tidak bisa digunakan untuk tahun yang akan datang," kata seorang pejabat AS. Al-Qaidah adalah pihak yang dituding AS sebagai pelaku serangan 11 September 2001.
Keprihatinan Washington atas kuatnya pengaruh al-Nusra di kalangan pemberontak disampaikan terbuka oleh Presiden Barack Obama, Jumat, 22 Maret 2013, saat ia mengunjungi Jordan sebagai bagian dari tur Timur Tengah-nya. "Saya sangat prihatin Suriah menjadi kantong untuk ekstremisme," kata Obama, usai bertemu Raja Yordania Abdullah II.
Di luar bantuan pelatihan dan data intelijen, CIA juga membantu pengadaan senjata melalui pengangkutan udara dan mengatur pengiriman bantuan militer dari pemerintah Arab dan Turki, kepada pemberontak. Soal ini dilaporkan Harian New York Times, Ahad 24 Maret 2013, berdasarkan hasil analisa data lalu lintas udara, pendapat pejabat di AS dan para pemberontak.
Bantuan dari udara dimulai dalam skala kecil pada awal 2012 dan menjadi lebih banyak dan sering akhir tahun lalu. Jumlah itu terus bertambah, termasuk lebih dari penerbangan 160 kargo militer oleh Yordania, Saudia Arabia dan Qatar yang mendarat di Bandara Esenboga, dekat Ankara. Untuk jumlah yang lebih kecil, pesawatnya mendarat di bandara lain di Turki dan Yordania.
Dari kantor di lokasi yang tersembunyi, petugas intelijen Amerika telah membantu pemerintah Arab untuk membeli senjata, termasuk pengadaan dalam skala besar dari Kroasia, dan menentukan siapa yang harus menerima senjata saat mereka tiba. CIA menolak untuk mengomentari soal peran dalam perang Suriah ini.
Pemerintah Turki mengawasi sebagian besar program, termasuk saat diangkut ke truk dan pengirimannya ke melalui darat ke Suriah. Skala pengiriman senjata ini sangat besar. "Sebuah perkiraan konservatif dari muatan penerbangan ini kemungkinan 3.500 ton peralatan militer," kata Hugh Griffiths, dari Stockholm International Peace Research Institute, yang memonitor transfer senjata gelap. "Intensitas dan frekuensi penerbangan mengisyaratkan bahwa ini merupakan operasi rahasia militer yang terencana dan terkoordinasi."
Para pejabat Amerika, komandan pemberontak dan politisi Turki menggambarkan peran Arab ini sebagai rahasia umum, tetapi juga mengatakan bahwa ini sarat risiko. Ini bisa menyebabkan Turki atau Yordania dianggap terlibat aktif dalam perang dan bisa memprovokasi aksi balasan dari Iran, sekutu penting Assad.
Namun, komandan pemberontak mengkritik pengiriman senjata itu karena dianggap tak cukup dan terlalu ringan untuk melawan militer Assad secara efektif. Pendistribusiannya juga tak selalu tepat. "Ada brigade pemberontak palsu yang mengaku sebagai revolusioner, dan ketika mereka mendapatkan senjata, mereka menjualnya," kata Hassan Aboud dari organisasi pemberontak Soquor al-Sham.
Pejabat Amerika mengatakan, mantan Direktur CIA David H. Petraeus telah berjasa dalam membantu untuk mendapatkan jaringan pengangkutan udara militer ini dan mendorong berbagai negara untuk bekerja sama di dalamnya. Petraeus tidak memberikan balasan saat dimintai komentar soal perannya ini.
Mantan pejabat tinggi Amerika mengatakan, keterlibatan CIA dalam memfasilitasi pengiriman senjata memberi negara ini kesempatan untuk mempengaruhi prosesnya. Termasuk untuk mengarahkan senjata agar tak jatuh ke kelompok Islam, membujuk para donor untuk menahan sumbangan berupa rudal antipesawat portabel. AS khawatir senjata itu dapat digunakan teroris di masa depan untuk menyerang pesawat sipil.
Para pejabat Arab Saudi dan Turki menolak untuk membahas penerbangan atau transfer senjata tersebut. Kroasia dan Yordania juga membantah terlibat dalam transfer senjata.
New York Times | Russia Today | Abdul Manan