TEMPO.CO, Islamabad - Sejumlah intelektual Islam dari berbagai negara meminta umat Islam tidak terpancing oleh provokasi melalui film Innocence of Muslims. Dalam sebuah seminar tentang penghinaan terhadap Nabi Muhammad di Islamabad, Pakistan, Rabu, 26 September 2012, Dr Ruhul Amin dari Pakistan mengatakan umat Islam harus meningkatkan kesadaran beragama.
“Tindak tanduk dan perilaku sebaiknya lebih dikoreksi agar dunia juga meyakini Islam bukan agama radikal dan benar-benar menjaga kasih sayang,” ujar Amin dalam seminar yang diselenggarakan oleh Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) itu.
Dalam menyikapi kasus penghinaan terhadap Nabi Muhammad, kata dia, umat Islam harus menyadari bahwa perang yang mereka hadapi saat ini bukanlah perang fisik, tetapi perang pemikiran, pembentukan citra, dan ideologi.
Menurut dia, demonstrasi yang berujung perusakan menunjukkan kesabaran umat Islam belum kuat dan kokoh fondasinya. “Semua orang Islam harus sadar dan segera mencerminkan ajaran Islam dalam kehidupan mereka secara individu, kelompok, dan pergaulan dalam bidang ekonomi dan politik,” ujarnya seperti dilansir dalam siaran pers PPMI kepada Tempo, Kamis, 27 September 2012.
Dalam seminar di Ibnu Khaldun Hall International Islamic University Islamabad itu, Dr Abdullah Rizk Al-Muzaini dari Palestina menegaskan sudah saatnya umat Islam mengubah syiar dari penolakan dengan tindakan anarkistis menjadi penjagaan diri. Menurut dia, munculnya isu-isu pelecehan merupakan upaya menjelekkan citra Islam karena Barat takut terhadap perkembangan pemeluk Islam di Eropa dan Amerika.
“Dengan tindakan provokasi ini, respons yang diharapkan terjadi adalah gerakan-gerakan destruktif negara Islam yang kemudian akan berimbas pada citra Islam di mata dunia,” kata dia.
Ia mengingatkan tak tertutup kemungkinan insiden serupa bakal terjadi lagi. Untuk menghadapinya, ia menyarankan gerakan pemboikotan ekonomi. Ia juga menyarankan agar para pelajar mampu menyuarakan sikap bersama kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa agar membuat regulasi antipenistaan terhadap suatu agama dan tidak membawanya kepada isu kebebasan berekspresi.
Di Pakistan, aksi protes terhadap penghinaan tersebut telah merenggut 19 korban jiwa dan 190 lainnya luka-luka.
Menghadapi reaksi yang anarkistis tersebut, Dr Nabil Al-Fouly dari Mesir mengatakan isaa’ah atau penghinaan terhadap Nabi Muhammad di zamannya sudah sampai pada tingkat fisik dan pengusiran.
Menurut seorang panitia acara, Firman Arifandi, mahasiswa pascasarjana LLM Jurisprudence International Islamic University Islamabad, seminar digelar dalam tiga bahasa, yakni Arab, Urdu, dan Inggris. Ratusan mahasiswa menghadiri acara ini, yakni dari Somalia, Cina, Nigeria, Afganistan, Iran, Arab Saudi, Filipina, dan Thailand.
Seminar ini, kata dia, bertujuan membawa pesan kepada seluruh umat Islam agar tidak terpancing dengan isu tersebut dan bertindak anarkistis. Para mahasiswa di Pakistan akan membuat pernyataan sikap dan rekomendasi kepada PBB untuk menyikapi tindakan penghinaan terhadap agama dengan kedok apa pun.
SAPTO Y
Berita Terpopuler:
DPR Terbelah Jika Kapolri Dipanggil KPK
Ini yang Akan Terjadi Jika Jendela Pesawat Dibuka
PDIP Tak Setuju Protokol Antipenistaan Agama SBY
Bulan Madu PDIP dan Prabowo di Ujung Tanduk
DPR Pertanyakan Konflik Menhan dan Jakarta Post