TEMPO Interaktif, Ramallah - Suasana emosional hadir pagi tadi di Ramallah, Palestina. Warganya khusyuk melihat pengibaran pertama bendera Palestina di kantor pusat Badan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan dan Kebudayaan (UNESCO).
"Saya harap selain pengibaran bendera di UNESCO juga terjadi hal yang sama di Jerusalem, Haida, dan Jaffa karena seluruh daratan itu adalah tanah kami," ujar penduduk Ramallah, Mostafa Atari, Selasa, 14 Desember 2011.
Di Gaza, Perdana Menteri Ismail Haniyeh meminta dunia tak diam melihat apa yang terjadi di Palestina. Haniyeh menilai sudah saatnya komunitas internasional mengakui hak-hak rakyat Palestina.
Begitu pula di Hebron. "Hari ini kami mencari langkah untuk menjadikan catatan pengibaran pertama bendera Palestina akan membawa dampak kehadiran Palestina di peta dunia," kata Walid Abu Alwhalawa, anggota rekonstruksi Hebron.
Dari Israel, pemerintah merespons bahwa perdamaian hanya akan tercapai melalui negosiasi langsung. Tak bisa dengan semata pengakuan sepihak oleh dunia internasional.
Hari ini di Paris, kantor pusat UNESCO, bendera berwarna hitam, putih, hijau dan merah berkibar untuk pertama kalinya. Bendera tersebut menandakan masuknya Palestina sebagai anggota ke-195 dari UNESCO. Peristiwa sejarah dan simbol upaya menuju negara yang merdeka.
"Ini peristiwa yang bersejarah," kata Presiden Palestina Mahmoud Abbas dalam pidatonya yang disambut dengan tepukan. Dia berharap pengibaran bendera ini merupakan pertanda baik bagi Palestina untuk menjadi bagian Perserikatan Bangsa-Bangsa secara resmi.
Palestina diakui menjadi anggota UNESCO sejak 31 Oktober. Pengakuan tersebut berbuntut dengan diputusnya sumbangan tahunan dari Amerika Serikat ke UNESCO sebesar US$ 80 juta (Rp 726 miliar). Padahal sumbangan Amerika Serikat memiliki porsi 22 persen dari seluruh total anggaran UNESCO.
EURONEWS.COM|SFGATE.COM|DIANING SARI