TEMPO.CO, Jakarta - Hamas menerima persyaratan perdamaian utama yang ditawarkan kepala gerakan Fatah sekaligus Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, termasuk menggelar pemilihan di Tepi Barat dan Jalur Gaza.
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Minggu, 17 September 2017, Hamas juga menggarisbawahi keinginannya untuk mencapai persatuan nasional setelah perpecahan sepuluh tahun yang membagi Palestina menjadi dua pemerintahan.
Baca: Hamas Akui Palestina Sesuai Perbatasan 1967 Tapi Tak Akui Israel
Menurut Hamas, pihaknya telah membubarkan komite administrasi yang menangani Gaza serta mengundang Otoritas Palestina Abbas (PA) untuk kembali ke wilayah tersebut dan siap untuk mengadakan pemilihan baru.
"Hamas mengundang pemerintah datang ke Gaza untuk menjalankan misinya dan menjalankan tugasnya di Jalur Gaza secepatnya serta menggelar pemilihan umum," bunyi pernyataan Hamas, seperti dilansir Al Jazeera pada 17 September 2017.
Keputusan tersebut dibuat seusai perundingan antara pejabat Hamas dan perwakilan Fatah di Kairo pekan lalu.
Baca: Krisis Listrik di Jalur Gaza, Hamas Salahkan Otoritas Palestina
Sejak 2007, Gaza telah diperintah Hamas setelah mendapat kemenangan besar dalam pemilu parlemen Palestina, sehingga Presiden Palestina hanya bisa mengendalikan daerah otonomi Tepi Barat.
Sejak itu, sekitar dua juta penduduk Gaza hidup dalam kemiskinan akibat blokade Israel dan Fatah.
Pemerintah Abbas juga memberlakukan “hukuman” terhadap dua juta penduduk Gaza untuk menekan Hamas agar melepaskan pengawasannya di wilayah itu.
Baca: Abbas Tuduh Hamas Gagalkan Rekonsiliasi Nasional
Sanksi ekonomi yang diberlakukan di Gaza meliputi pengurangan pembayaran listrik yang menyebabkan Israel mengurangi pasokan listrik menjadi kurang dari empat jam sehari.
Bulan lalu, Abbas mengancam akan memotong “100 persen” bantuan keuangan ke Gaza hingga Hamas akhirnya setuju untuk berdamai dengan Fatah.
AL JAZEERA | JERUSALEM POST | PRESS TV | YON DEMA