TEMPO Interaktif, NUSA DUA:-Bangladesh belajar mengenai demokrasi di Indonesia. Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina melihat Indonesia bisa maju dengan demokrasi, padahal negara-negara lain mengalami krisis ekonomi.
"Saya berjuang untuk demokrasi di Bangladesh, sebab ini kunci utama pembangunan," kata Sheikh Hasina dalam konferensi pers bersama Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam Bali Democracy Forum (BDF) IV di Nusa Dua, Bali, Kamis 8 Desember 2011.
Seperti Indonesia, Sheikh Hasina menuturkan, negaranya juga pernah mengalami kepemimpinan diktator militer. "Ayah dan saudara saya dibunuh," ujarnya.
Perjalanan demokrasi di Bangladesh dimulai pada 1950-an, ketika Bangabandhu Sheikh Mujibur Rahman, Bapak Bangsa, menyadari bahwa perubahan ekonomi terletak pada kebebasan politik dan partisipasi rakyat secara demokratis. Visi inilah yang menggerakkan kekuatan rakyat dan melahirkan Bangladesh sebagai negara berdaulat pada 1971.
BDF IV, yang berlangsung hingga hari ini, mengusung tema "Peningkatan Partisipasi Demokratis dalam Suatu Dunia yang Berubah: Merespons Suara-suara Demokratis". Namun forum ini tidak akan menjadi forum formal yang hasilnya mengikat, seperti ASEAN, APEC, dan G-20. "Forum ini terbuka bagi siapa pun untuk berbagi ide dan pengalaman demokrasi tanpa dihakimi," kata Presiden SBY.
Pertemuan antarbangsa ini dihadiri sejumlah kepala negara, pejabat tinggi, atau organisasi internasional dari 82 negara. Di antaranya Bosnia dan Herzegovina, Serbia, Inggris, Kenya, Nigeria, Uni Eropa.
Para pemimpin dan perwakilan negara yang hadir, di antaranya, Sultan Haji Hassanal Bolkiah dari Brunei Darussalam, Presiden Sri Langka Mahinda Rajapaksa, Perdana Menteri Qatar Sheikh Hamad bin Jassim bin Jabr Al-Thani, Perdana Menteri Timor Lester Kay Rala Xanana Gusmao, Perdana Menteri Mongolia Sukhbaatar Batbold, Wakil Presiden Filipina Jejomar Binay, dan Wakil Perdana Menteri Turki Bulent Arinc.
Nieke Indrietta