Penduduk Pulau Christmas, tempat terdekat dari lokasi kecelakaan ini, dari atas daratan menyaksikan dengan ngeri saat perahu yang mengangkut sekitar 70 orang, pecah berkeping. Saat itu terdengar teriakan para pria, wanita, dan anak-anak yang menjadi korban gelombang raksasa yang menabrakkan perahu mereka ke batu karang.
"Itu mengerikan," kata Simon, penduduk pulau tersebut.
Para pejabat tidak memberikan keterangan mengenai kebangsaan para korban. Bagian Pelayanan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan hanya menyebutkan, bahwa ada 27 mayat yang ditemukan, 41 korban diselamatkan, dan satu orang berhasil mencapai pantai.
"Penyelamatan ini sedang dilakukan dalam kondisi sangat sulit dan berbahaya," kata Dirjen Bea Cukai. "Situasi pencarian dan penyelamatan sedang berlangsung."
Premier Western Australia, Colin Barnett mengatakan, kebanyakn korban tewas adalah pPerempuan dan anak-anak. The Royal Flying Doctor Service yang mengirimkan dokter ke pulau itu mengatakan para dokter mengobati 30 korban luka-luka. Juru bicara kelompok medis ini, Joeley Pettit mengatakan, iga pasien menderita luka parah, dua pria dengan luka di kepala, dan satu wanita dengan trauma benda tumpul.
Perdana Menteri Wayne Swan mengatakan kapal itu adalah kapal penyelundup orang-orang yang akan meminta suaka, tapi tidak jelas negara asal para penumpangnya.
Pulau Christmas adalah wilayah Australia yang jauh lebih dekat ke Indonesia daripada Australia daratan. Pulai ini sering ditempati para pengungsi. Australia adalah tujuan utama orang-orang ini, yang umumnya adalah korban perang seperti Afghanistan, yang ingin memulai hidup baru.
"Peristiwa ini merupakan pengingat betapa tragis bahaya yang dihadapi oleh orang-orang yang melarikan diri dari penganiayaan dan pelanggaran hak asasi manusia di negara asal mereka, dan tindakan putus asa mereka dalam mencari keselamatan," kata Richard Towle, perwakilan regional urusan Pengungsi PBB.
Foto dan video yang diambil oleh saksi di tempat kejadian menunjukkan perahu kayu menabrak batu dan terbelah. Gambar juga menunjukkan orang yang mengambang di air di tengah puing-puing perahu. Tidak jelas apakah mereka masih hidup atau mati. Perahu itu panjangnya sekitar 20 sampai 30 kaki (6 sampai 9 meter), dengan kabin tertutup selembar plastik.
Prince, warga yang tinggal di sebelah tebing tempat perahu itu karam mengatakan, dia terbangun pada Rabu pagi kemarin setelah mendengar teriakan minta tolong dari sebuah kapal di lepas pantai.
Ia pun menelepon polisi dan segera saja puluhan penduduk lokal juga berada di tempat itu untuk melihat kejadian tersebut. "Ini adalah situasi yang sangat mengerikan."
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak pencari suaka datang dari Afghanistan, Iran, Irak, dan Myanmar. Umumnya, mereka pertama terbang ke Indonesia dan kemudian melanjutkan ke Australia, menggunakan perahu kecil yang tak layak untuk digunakan melaut.
Menurut badan pengungsi PBB, diperkirakan 848 orang meninggal atau hilang pada tahun 2009 di Italia, Yaman, Spanyol, dan Yunani, wilayah utama migrasi skala besar dunia.
Juru bicara Organisasi Internasional untuk Migrasi, Jean-Philippe Chauzy mengatakan, para pencari suaka membayar sejumlah besar uang untuk pihak yang akan menyelundupkan mereka.
"Indonesia telah menjadi batu loncatan para migran. Banyak yang terdampar di Indonesia ketika mereka kehabisan duit, ditipu oleh penyelundup manusia, atau dicegat oleh pemerintah Indonesia," kata Chauzy.
AP | HAYATI MAULANA NUR