TEMPO.CO, Jakarta - Pertemuan REAIM di Seoul, Korea Selatan, tentang penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam bidang militer menyerukan agar kontrol manusia tetap dipertahankan dalam penggunaan AI di dunia militer untuk mencegah penggunaan yang memicu penyebaran senjata pemusnah massal.
Seruan tersebut tertuang dalam deklarasi bersama pada Selasa, 10 September 2024, yang diadopsi setelah konferensi AI Bertanggung Jawab dalam Domain Militer (REAIM) selama dua hari yang diselenggarakan Korea Selatan. REAIM adalah sebuah pertemuan multilateral untuk mendiskusikan pembangunan tata kelola penggunaan AI di bidang militer.
"Melibatkan manusia secara tepat perlu dipertahankan dalam pengembangan, penerapan, dan penggunaan AI di bidang militer, termasuk langkah-langkah tepat yang berkaitan dengan penilaian dan kontrol manusia atas penggunaan kekuatan," demikian bunyi deklarasi Blueprint for Action yang dirilis Kementerian Luar Negeri Korea Selatan, Selasa, 10 September 2024.
Deklarasi juga menekankan agar teknologi AI mendukung dan tidak menghalangi upaya pelucutan senjata, pengendalian senjata dan non-proliferasi. Manusia, disepakati, tetap bertanggung jawab dan akuntabel atas penggunaan dan dampak aplikasi AI di bidang militer.
Deklarasi menyetujui pentingnya keterlibatan manusia harus berlaku untuk semua tindakan yang krusial untuk menginformasikan dan melaksanakan keputusan berdaulat mengenai penggunaan senjata nuklir, tanpa mengabaikan tujuan akhir dari dunia yang bebas dari senjata nuklir. Para peserta yang hadir dalam REAIM, turut menyerukan pembentukan langkah-langkah pengamanan yang tepat untuk memastikan aplikasi AI dapat diandalkan dan terpercaya, serta mengurangi risiko malfungsi atau konsekuensi yang tidak diinginkan, seperti yang disebabkan oleh data, algoritma, dan bias lainnya.
Konferensi REAIM tahun ini mempertemukan sekitar 2 ribu pejabat pemerintah dan pakar swasta dari 90 negara untuk mencari cara mengatasi penggunaan AI oleh militer baik dari segi manfaat maupun potensi risikonya. Rusia, yang sedang perang berkepanjangan dengan Ukraina, tidak diundang ke pertemuan tahun ini, sama seperti yang terjadi tahun lalu.
Dari negara-negara yang berpartisipasi, sebanyak 61 negara mendukung deklarasi tersebut. Lebih banyak negara bisa ditambahkan ke dalam daftar tersebut, termasuk Cina yang dilaporkan sedang mempertimbangkan untuk mendukung hasil pertemuan puncak tahun ini, menurut sumber diplomatik.
Sumber : Yonhap
Pilihan editor: Intip Strategi Kamala Harris dan Donald Trump dalam Debat Capres AS Pertama
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini