Tanggapan aktivis Pro-Palestina
Rakyat Palestina dan para pendukungnya telah membingkai frasa tersebut sebagai seruan untuk menentukan nasib sendiri dan kebebasan dari pendudukan Israel selama puluhan tahun dan hak-hak bagi warga Palestina yang tinggal di seluruh Palestina yang bersejarah. Ini adalah wilayah yang kini terbagi antara Israel dan wilayah Palestina yang diduduki setelah Nakbah 1948, yang mengakibatkan pengungsian ratusan ribu warga Palestina selama pembentukan Israel.
Berbicara kepada Al Jazeera pada November, Nimer Sultany, seorang dosen hukum di School of Oriental and African Studies di London, menjelaskan bahwa sebagian besar perdebatan telah bergantung pada kata "merdeka." Dia menggambarkan kata sifat tersebut sebagai ungkapan "perlunya kesetaraan bagi semua penduduk Palestina yang bersejarah."
"Mereka yang mendukung apartheid dan supremasi Yahudi akan merasa tidak setuju dengan nyanyian egaliter," ujar Sultany, seorang warga negara Palestina yang menetap di Israel, kepada Al Jazeera.
"Hal ini terus menjadi inti dari masalah ini: penolakan yang terus menerus terhadap warga Palestina untuk hidup dalam kesetaraan, kebebasan dan martabat seperti orang lain," kata Sultany.
Dalam sebuah pernyataan, Meta mengatakan: "Kami menyambut baik peninjauan kembali yang dilakukan oleh dewan terhadap panduan kami mengenai masalah ini."
"Meskipun semua kebijakan kami dikembangkan dengan mempertimbangkan keselamatan, kami tahu bahwa kebijakan-kebijakan tersebut memiliki tantangan global dan kami secara teratur mencari masukan dari para ahli di luar Meta, termasuk Dewan Pengawas," ujar perusahaan tersebut.
Keputusan ini diambil saat jumlah korban tewas warga Palestina dalam perang meningkat menjadi 40.861 jiwa. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa lebih dari 90 persen penduduk telah mengungsi, yang menyebabkan krisis kemanusiaan dan kesehatan. Sedikitnya 1.139 orang tewas di Israel dalam serangan yang dipimpin Hamas pada tanggal 7 Oktober.
AL JAZEERA | AXIOS | JERUSALEM POST
Pilihan Editor: Blinken Klaim Normalisasi Israel-Arab Saudi Bisa Terjadi Sebelum Biden Mundur