TEMPO.CO, Jakarta - Mantan menteri luar negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengumumkan mengundurkan diri dari jabatan barunya sebagai wakil presiden pada Minggu malam, 11 Agustus 2024. Pengunduran diri itu kurang dari dua pekan setelah Presiden Iran Masoud Pezeshkian menunjuknya.
“Saya mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden untuk urusan strategis pekan lalu,” kata Zarif di media sosial X.
Diplomat senior itu menyebutkan beberapa alasannya mengundurkan diri, terutama kekecewaannya dengan susunan kabinet Iran beranggotakan 19 orang yang baru saja diumumkan. Setelah secara aktif berkampanye untuk Pezeshkian menjelang pemilu dadakan baru-baru ini, Zarif mengisyaratkan bahwa ia tidak akan menjadi bagian dari pemerintahan baru.
Akan tetapi pada 1 Agustus lalu, Pezeshkian secara tak terduga mengangkat Zarif menjadi wakil presiden untuk urusan strategis, sebuah posisi yang tidak memerlukan persetujuan parlemen. Ia juga ditunjuk sebagai kepala dewan pengarah yang bertanggung jawab menyeleksi kandidat untuk berbagai kementerian dan departemen pemerintah.
Dalam pernyataan yang tidak terduga, Zarif mengungkapkan dari 19 menteri yang diperkenalkan ke parlemen, hanya tiga yang merupakan pilihan pertama, sementara enam lainnya merupakan pilihan kedua atau ketiga, dan satu lagi merupakan pilihan kelima yang direkomendasikan oleh dewan pengarah yang ia pimpin.
Pernyataannya menunjukkan bahwa keputusan akhir tentang pemilihan menteri tidak sejalan dengan rekomendasi dewan pengarah.
“Tentu saja, saya tidak puas dengan hasil kerja saya, dan saya malu karena tidak dapat melaksanakan pendapat ahli dari komite dan mencapai pelibatan perempuan, pemuda, dan kelompok etnis dengan cara yang layak, seperti yang telah saya janjikan,” tulisnya di X.
Pezeshkian telah mempresentasikan kabinetnya, yang mencakup seorang menteri perempuan, ke parlemen untuk disetujui. Daftar yang diusulkan menuai kritik dari beberapa kalangan di kubu reformis Iran, termasuk atas pelibatan kaum konservatif dari pemerintahan mendiang presiden Ebrahim Raisi.
Zarif meminta maaf kepada rakyat Iran atas “ketidakmampuannya” mengikuti “urusan dalam koridor politik dalam negeri. Selanjutnya, ia akan kembali ke dunia akademis. Sebelumnya, Zarif mengajar di Departemen Studi Dunia Universitas Teheran sejak 2021, atau setelah delapan tahun menjabat sebagai menteri luar negeri di bawah mantan Presiden Hassan Rouhani.
“Pesan saya ... bukanlah tanda penyesalan atau kekecewaan terhadap Dr. Pezeshkian yang terhormat atau penentangan terhadap realisme; melainkan berarti meragukan kegunaan saya sebagai wakil presiden untuk urusan strategis,” katanya.
Zarif mulai dikenal di kancah internasional setelah menjadi negosiator untuk kesepakatan nuklir yang secara resmi dikenal sebagai Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) bersama negara-negara besar pada 2015. Kesepakatan itu dicapai oleh P5+1 atau lima anggota tetap Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa plus Jerman, dan Uni Eropa.
JCPOA secara efektif digagalkan tiga tahun kemudian ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat itu menarik Amerika Serikat keluar dan memberlakukan kembali sanksi terhadap Iran. Namun, perannya dalam JCPOA telah membuat Zarif menjadi tokoh bagi Iran yang lebih terbuka dan melihat ke luar, sebuah hal yang dijanjikan Pezeshkian selama kampanyen kepresidenannya.
ARAB NEWS | ANADOLU
Pilihan editor: Ma'ruf Amin Minta Istana Wakil Presiden di IKN Nusantara Harus Ramah Lingkungan
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini