Kementerian Luar Negeri RI menyarankan WNI yang berada di wilayah konflik untuk mengikuti evakuasi apabila diinstruksikan oleh Perwakilan RI setempat jika kondisi keamanan memburuk. Sebab ketika WNI memilih tetap tinggal dan kemudian situasi berubah kacau, kemampuan Kementerian Luar Negeri RI dan Perwakilan RI (untuk merepatriasi) akan semakin terbatas.
Evakuasi dari kawasan konflik dilakukan sesuai UU No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri yang mengamanahkan Pemerintah RI bertindak menyelamatkan WNI dari tempat yang berbahaya ke tempat yang lebih aman. Namun, pilihan evakuasi dikembalikan ke masing-masing individu, dan negara tak bisa memaksa WNI untuk dievakuasi. WNI yang memilih tidak dievakuasi memahami konsekuensi ataupun risiko yang dapat terjadi.
“Jangan tunggu sampai situasi memburuk,” ucap Direktur PWNI Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha, Jumat, 9 Agustus 2024, yang menambahkan biaya proses pemulangan WNI ke Tanah Air sepenuhnya ditanggung pemerintah.
Judha meminta WNI untuk mematuhi anjuran menunda kepergian ke wilayah-wilayah yang situasi keamanannya rentan, seperti Israel, Iran, dan Lebanon. Pasalnya, Kementerian Luar Negeri RI mendapati masih ada sejumlah WNI yang pergi ke Israel untuk berziarah. "Karena tiba di Israel dari negara ketiga, sebagian besar WNI yang masuk ke wilayah tersebut pun tak terdata," ucap dia.
Kementerian Luar Negeri RI sangat mengimbau agar WNI dapat menunda keberangkatan ke Israel, Iran dan Lebanon hingga situasi kembali aman. Hingga berita ini ditulis, KBRI Beirut menetapkan seluruh kawasan Israel dan Lebanon dalam kondisi Siaga I, atau tingkat keamanan tertinggi, akibat eskalasi ketegangan kawasan. KBRI pun siap menjalankan rencana cadangan untuk mengevakuasi WNI yang menetap di negara tersebut.
Baca juga:
Pilihan editor: Inggris Minta Polisi Siaga Hadapi Kemungkinan Unjuk Rasa