TEMPO.CO, Jakarta - Ketika kerusuhan terus berkecamuk di Inggris, hotel-hotel yang menampung para pencari suaka dibakar oleh para penghasut sayap kanan.
Hotel Holiday Inn Express di Tamworth, di Inggris utara, dibakar. Para perusuh juga berkumpul di dekat hotel Holiday Inn Express yang digunakan untuk menampung para pencari suaka di Rotherham. Kedua insiden tersebut terjadi pada Minggu, 4 Agustus 2024.
Protes yang dipimpin oleh kelompok-kelompok sayap kanan telah meningkat menjadi bentrokan dengan polisi di berbagai kota, seiring dengan gelombang kerusuhan di Inggris. Kerusuhan ini dipicu oleh xenofobia dan informasi yang keliru seputar pembunuhan tragis terhadap tiga orang gadis dalam sebuah insiden penikaman, yang melanda seluruh negeri. Sekitar 400 orang telah ditangkap.
"Saya jamin Anda akan menyesal telah mengambil bagian dalam kekacauan ini, baik secara langsung maupun mereka yang memicu kekacauan ini secara online," ujar Perdana Menteri Keir Starmer dalam sebuah pidato yang disiarkan di televisi pada Minggu. Dia menyebut kerusuhan tersebut sebagai "premanisme ilegal yang terorganisir" oleh sebagian kecil warga Inggris.
Dalam cengkeraman kekerasan hari keenam, Downing Street mengadakan pertemuan darurat di ruang briefing Kantor Kabinet (Cobra).
Inilah yang perlu Anda ketahui:
Apa yang menyebabkan terjadinya peristiwa ini?
Minggu lalu, dalam sebuah lokakarya tarian dan yoga bertema Taylor Swift di sebuah pusat komunitas di Southport, Inggris, tiga orang gadis muda ditikam hingga meninggal oleh tersangka berusia 17 tahun, Axel Rudakubana. Ia lahir di Cardiff, ibu kota Wales, dari orang tua Kristen Rwanda.
Informasi palsu di media sosial mengklaim bahwa tersangka adalah seorang imigran Muslim.
Para pelaku kerusuhan tersebut sangat vokal dalam menyuarakan kebencian mereka terhadap para imigran. Namun, ada juga rasa xenofobia yang mendasari terhadap komunitas minoritas di Inggris, terutama Muslim, kata para analis.
Rosa Freedman, seorang profesor di Universitas Reading, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa kerusuhan tersebut merupakan hasil dari keterlibatan pemerintah Konservatif terdahulu dengan kelompok-kelompok sayap kanan yang rasis.
"Alih-alih menyembunyikan wajah mereka, mereka sekarang telah muncul... kita tidak bisa menyalahkan Partai Buruh yang telah [baru] berada di pemerintahan [selama] empat minggu terakhir," katanya.
Sementara itu, penghasut seperti Tommy Robinson memicu ketegangan.
Terlahir dengan nama Stephen Christopher Yaxley-Lennon, aktivis sayap kanan dan salah satu pendiri English Defence League (EDL) ini sibuk mengunggah video-video bernada menghasut kepada 800.000 pengikutnya di X, mengecam Muslim, migran, lembaga-lembaga politik, dan polisi.
Dia memposting dari jauh, kabarnya di Siprus. Seorang hakim Pengadilan Tinggi mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Robinson setelah dia gagal hadir di Pengadilan Tinggi pada Senin untuk sidang dalam kasus penghinaan pengadilan atas kasus pencemaran nama baik. Dalam kasus ini, dia kalah melawan pengungsi Suriah, Jamal Hijazi.
Influencer Andrew Tate, yang menyatakan bahwa tersangka Southport tiba di Inggris dengan menggunakan perahu, dan anggota parlemen Nigel Farage, yang akan dibahas lebih lanjut, juga dituduh memicu perpecahan.