TEMPO.CO, Jakarta - Peretas atau hacker Korea Utara telah mencuri rahasia militer yang dirahasiakan untuk mendukung program senjata nuklir terlarang Pyongyang. Tudingan itu diungkapkan oleh Amerika Serikat, Inggris dan Korea Selatan pada Kamis, 25 Juli 2024.
Para peretas, yang dijuluki Anadriel atau APT45 oleh peneliti keamanan siber, diyakini merupakan bagian dari badan intelijen Korea Utara. Badan ini dikenal sebagai Biro Umum Pengintaian, sebuah entitas yang dikenai sanksi oleh AS pada 2015.
Unit cyber tersebut telah menargetkan atau membobol sistem komputer di berbagai perusahaan pertahanan atau teknik, termasuk produsen tank, kapal selam, kapal angkatan laut, pesawat tempur, serta sistem rudal dan radar. Korban di AS juga termasuk Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional (NASA), Pangkalan Angkatan Udara Randolph di Texas, dan Pangkalan Angkatan Udara Robins di Georgia, kata pejabat FBI dan Departemen Kehakiman AS pada hari Kamis.
Dalam serangan terhadap NASA pada Februari 2022, para peretas menggunakan skrip malware untuk memperoleh akses tidak sah ke sistem komputernya selama tiga bulan, menurut jaksa AS. Lebih dari 17 gigabita data yang tidak diklasifikasikan berhasil diekstraksi.
"Badan-badan yang menyusun laporan tersebut meyakini bahwa kelompok dan teknik siber tersebut tetap menjadi ancaman berkelanjutan bagi berbagai sektor industri di seluruh dunia, termasuk namun tidak terbatas pada entitas di negara masing-masing, serta di Jepang dan India," kata penasihat tersebut.
Korea Utara memiliki sejarah panjang dalam menggunakan tim peretas rahasia untuk mencuri informasi militer yang sensitif. Untuk mendanai operasi mereka, para peretas menggunakan ransomware untuk menargetkan rumah sakit dan perusahaan perawatan kesehatan AS, menurut pejabat AS.
Pada hari Kamis, Departemen Kehakiman AS mengatakan telah mendakwa seorang tersangka, Rim Jong Hyok, karena berkonspirasi untuk mengakses jaringan komputer di Amerika Serikat dan pencucian uang.