TEMPO.CO, Jakarta - Krisis keuangan UNRWA yang dipicu tudingan Israel tentang 12 stafnya yang membantu serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 kemungkinan besar akan menyebabkan Badan PBB untuk Palestina itu terpaksa menutup layanan pada akhir Februari.
Kemungkinan penutupan ini menimbulkan kekhawatiran di negara-negara Arab yang menampung para pengungsi, yang tidak memiliki sumber daya untuk mengisi kesenjangan tersebut dan khawatir jika diakhirinya UNRWA akan sangat mengganggu stabilitas.
Baca Juga:
UNRWA, yang menyediakan layanan kesehatan, pendidikan dan layanan lainnya, berada dalam krisis sejak Israel menuduh 12 dari 13.000 stafnya di Gaza terlibat dalam serangan yang dipimpin Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober yang memicu perang Israel Hamas, sehingga mendorong negara-negara donor menangguhkan pendanaan.
UNRWA berharap para donor akan meninjau penangguhan tersebut setelah laporan awal mengenai pernyataan tersebut dipublikasikan dalam beberapa minggu ke depan.
Bagi warga Palestina, pentingnya UNRWA lebih dari sekadar layanan penting. Mereka memandang keberadaan badan pengungsi ini berkaitan dengan pelestarian hak-hak mereka sebagai pengungsi, terutama harapan mereka untuk kembali ke rumah tempat mereka atau nenek moyang mereka melarikan diri atau diusir dalam perang atas pendirian negara Israel pada 1948.
Di kamp Burj al-Barajneh di pinggiran Beirut, Raghida al-Arbaje mengatakan dia bergantung pada UNRWA untuk menyekolahkan dua anaknya dan menanggung biaya pengobatan untuk sepertiga anaknya yang menderita penyakit mata.
“Jika tidak ada UNRWA, saya tidak bisa melakukan semua ini,” kata Arbaje, 44 tahun, seraya menambahkan bahwa badan tersebut juga telah membiayai pengobatan kanker untuk mendiang suaminya, yang meninggal lima bulan lalu.
Sebuah kawasan kumuh dengan bangunan-bangunan yang lemah dan gang-gang sempit, Burj al-Barajneh bergantung pada UNRWA dalam banyak hal, termasuk program-program yang menawarkan 20 dolar AS per hari untuk tenaga kerja - sebuah pemasukan yang sangat penting bagi para pengungsi yang tidak bisa mendapatkan pekerjaan di Lebanon, ujar Arbaje.
Dia menggambarkan situasi suram yang dialami warga Palestina di Lebanon, dengan mengatakan: “Kami sudah mati meski kami masih hidup.”
Ia mengimbau para donor untuk terus mendanai UNRWA, dan menambahkan: “Jangan bunuh harapan kami”.