TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Jerman berencana untuk melanjutkan kerja sama dengan badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Gaza, kata kementerian luar negeri dan pembangunan dalam pernyataan bersama pada Rabu, 24 April 2024.
Keputusan tersebut menyusul peninjauan ulang oleh mantan Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna mengenai kemampuan UNRWA untuk memastikan netralitas dan menanggapi setiap pelanggaran setelah Israel menuduh 12 stafnya terlibat dalam serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober.
Penyelidikan terpisah PBB sedang menyelidiki klaim Israel.
Tinjauan yang dipimpin Colonna terhadap netralitas badan tersebut pada Senin menyimpulkan bahwa Israel belum mendukung tuduhannya bahwa ratusan staf UNRWA adalah anggota kelompok teroris Gaza.
Kementerian-kementerian Jerman mendesak UNRWA untuk segera melaksanakan rekomendasi-rekomendasi laporan tersebut, termasuk memperkuat fungsi audit internal dan meningkatkan pengawasan eksternal terhadap manajemen proyek.
“Untuk mendukung reformasi ini, pemerintah Jerman akan segera melanjutkan kerja samanya dengan UNRWA di Gaza, seperti yang telah dilakukan oleh Australia, Kanada, Swedia dan Jepang,” kata kementerian tersebut dalam pernyataannya.
Kepala Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) Philippe Lazzarini pada Selasa mengatakan adanya upaya untuk membubarkan badan tersebut serta menyebut bahwa motif utamanya bersifat politik.
“Saya terus mengingatkan bahwa niat sebenarnya di balik serangan terhadap UNRWA bersifat politis karena tujuan mereka adalah mencabut status pengungsi Palestina di Gaza,” kata Lazzarini dalam jumpa pers.
Dia menekankan bahwa UNRWA tidak pernah mengalami serangan demikian, badan itu tidak pernah mengalami 18 negara secara bersamaan membekukan pendanaan dan menjadi “target kampanye terbuka untuk menghentikan total aktivitasnya di Gaza, dan mungkin di luarnya.”
Tekanan untuk membubarkan badan tersebut meluas ke Yerusalem dan Tepi Barat yang diduduki, lanjutnya
Lazzarini menyatakan setidaknya 180 staf UNRWA tewas sejak minggu lalu dan lebih dari 160 bangunan rusak atau hancur, dia mendesak Dewan Keamanan PBB untuk melakukan "penyelidikan independen dan pertanggungjawaban atas pengabaian secara terang-terangan terhadap lokasi dan staf PBB."